Dark/Light Mode

Haji Datuk Batuah, Anggota KNIP yang Terlupakan

Senin, 18 Oktober 2021 17:40 WIB
Pengurus harian Djago! Djago! dan Pemandangan Islam. Dari kiri ke kanan: Arif Fadhilah, Natar Zainuddin, Haji Datuk Batuah, dan Djamaluddin Tamim. [Sumber: Direpro oleh Fikrul Hanif dari Dokumentasi Narlis]
Pengurus harian Djago! Djago! dan Pemandangan Islam. Dari kiri ke kanan: Arif Fadhilah, Natar Zainuddin, Haji Datuk Batuah, dan Djamaluddin Tamim. [Sumber: Direpro oleh Fikrul Hanif dari Dokumentasi Narlis]

 Sebelumnya 
Asisten Residen Padang Panjang dan Residen Sumatra Barat, kerap dibuat geram dengan suara protes dan makian –yang bersumber dari tulisannya.

Haji Datuk Batuah menulis, kebersamaan dan persatuan orang Minang mengusir orang-orang Belanda. Ia meyakinkan pembaca, bahwa ajaran komunis tidak bertentangan dengan Islam, bahkan sebagai obat penawar dari masyarakat yang ‘sakit’.

“Tuhan memerintahkan, agar manusia hidup bersama-sama, adil, dan tidak merugikan sesamanya,” demikian petikan dari Djago! Djago!, 20 November 1923. Selain mengemukakan keburukan kaum kapitalis, ia juga menyerang kebijakan pajak pemerintah Hindia Belanda yang menyengsarakan rakyat (Djago! Djago!, 20 November 1923).

Di surat kabar lainnya, Haji Datuk Batuah kembali menyerang pemerintah dan para penghulu yang menjajakan dirinya pada penjajah (Doenia Achirat, 11 November 1923)

Cupak diisi

Baca juga : Vaksinasi Jangan Terputus Di Dosis Satu

Limbago (lembaga) dituang

Di mana tanah diinjak

Di sinan langit dijunjuang (dijunjung)

Masuak (masuk) kandang kambing membebek

Masuak (masuk) kandang jawi malanguah

Baca juga : Harga Baru Saham BCA Segera Diperdagangkan

Kok kini Balando alah lamo masuak ka bumi kito injak (sekarang Belanda sudah lama masuk ke bumi kita injak)

Baa Balando indak manjujuang langik awak (mengapa Belanda tidak menjunjung langit kita).

Indak patuik lai manga angku-angku manjujuang nan indak patuik dijunjung (Tidak pantas lagi engku-engku menjunjung yang tidak pantas dijunjung).

Haji Datuk Batuah tentunya sadar, rakyat harus dibangkitkan kesadarannya lewat protes-protes terhadap kapitalisme dan kolonialisme yang mengungkung kebebasan hidup mereka.

Class struggle dan ajaran Marxis yang murni dan memusingkan, tidak pernah ia ajarkan. Haji Datuk Batuah meyakinkan pendukungnya, bahwa komunisme datang untuk membebaskan rakyat dari kesengsaraan.

Baca juga : Ketahanan Pangan Kita Bisa Terganggu

Ia hanya menanamkan kesadaran kelas, dimulai dari pembebasan Bumiputra (inlanders) dari segala bentuk perbudakan, kesewenangan, dan ketidakadilan imperialis yang mengeksploitasi kekayaan alam, menzalimi rakyat dengan belasting, serta kekerasan terhadap pribumi.

Asisten residen Padang Panjang, para penghulu pro Belanda pun meradang. Siasat licik pun disusun, untuk segera meringkus Haji Datuk Batuah dan Natar. Pada 11 November 1923, Haji Merah itu pun diringkus PID, dan Veldpolitie -tatkala ia menuju ke kantor Pemandangan Islam, setelah melaksanakan shalat Zuhur di Surau Jembatan Besi.

Pada 23 Januari 1925, ia menerima salinan besluit, dirinya dibuang ke Kalabahi dan Natar ke Kafananu Nusa Tenggara Timur. Mereka dikenai tuduhan persdelict, merusak tatanan rust en orde (Fikrul Hanif, 2017). Tuduhan dan pasal berlapis karena tulisannya telah menghasut rakyat untuk melawan pemerintah, menentang kapitalisme, dan menolak belasting.

Pemerintah Hindia Belanda yang sudah gerah dengan dunia pergerakan di Tanah Air, segera membuat pusat konsentrasi untuk penentang kolonialis dan kapitalis. Boven Digoel adalah jawaban yang manjur untuk membuang mereka dari idealisme membangun Indonesia merdeka.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.