Dark/Light Mode

Debu Proyek Tol

Kamis, 27 Desember 2018 09:17 WIB
Ngopi - Debu Proyek Tol
Catatan :
WAHYU SURYANI

RM.id  Rakyat Merdeka - Orang memanggilnya Bang Nari, “polisi cepe” di gang masuk rumah saya. Meski umurnya tak muda lagi, Bang Nari masih gesit ke sana ke sini. Selain jadi polisi cepe, dia merangkap tukang ojek pangkalan (opang). 

Hampir tiap hari dia jaga di ujung gang. Stelannya lumayan rapi. Kalau nggak pake kameja, pake kaos berkerah dan celana panjang jeans. Kadang celana bahan. Nggak lupa pake topi. 

Bang Nari biasa jaga siang. Tiga hari lalu saya sempat menyapanya. Kebetulan belum ada mobil keluar masuk jadi bisa nyantai dikit. Siang itu Bang Nari duduk nyender di tembok, ngademin badan dari teriknya sinar matahari. Matanya agak merah, pake masker seribuan yang dibelinya di warung sebelah. 

Baca juga : Berebut Pemilih Galau

“Bang, tumben pake masker,” kata saya.  “Iya, nggak tahan sama debu. Batuk,” kata Bang Nari. Hemmm, saya nggak kaget Bang Nari bilang gitu. Apa yang dirasakannya sama dengan saya. Mungkin bukan hanya saya dan Bang Nari, semua orang yang lewat jalan ini rasa-rasanya bakal terganggu dengan debu yang berasal dari pembangunan jalan tol ruas Serpong-Cinere melewati Pamulang. 

Ya, rumah saya di Pamulang, dekat dengan proyek pembangunan jalan tol itu. Sejak proyek itu berjalan, ketika tak ada hujan, debunya...ampun deh. Saya yang tiap hari lewat pake motor nggak kuat. Debunya suka masuk ke mata, perih. Padahal sudah dihalangi kaca helm, ditambah lagi kacamata tapi masih saja masuk ke mata saya. Debunya nggak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam, ngebul. 

Debu ini berasal dari truk-truk pengangkut tanah yang keluar masuk proyek. Tanah yang menempel di ban truk berceceran ke mana-mana. Jadilah jalanan ngebul. Paling sebel ketika saya pulang dari kantor jam 1 pagi, truk pengangkut tanah yang seliweran di jalan ngebut. Kadang tanahnya berceceran di jalanan. Tak ada yang membersihkan. 

Baca juga : Berebut Pasar

Sementara kalau hujan datang, tanah yang berserakan menyebabkan jalanan licin. Pernah sekali, tanah dari ban truk yang sedang jalan muncrat kena kaca helm saya. Waktu itu motor saya pas di belakang truk.

Muncul pertanyaan di pikiran saya. Sebagai orang awam, mungkin pertanyaan ini mewakili orang-orang seperti Bang Nari. Apa iya pembangunan infrastruktur berdampak pada lingkungan seperti yang kami rasakan? Banyak debu, bisa mengganggu kesehatan. Apa memang nggak ada aturan untuk truk pembawa tanah yang sering keluar masuk proyek? 

Saya jadi membandingkan dengan proyek apartemen di daerah Simpruk, Jakarta Selatan. Saya pernah melihat truk-truk pengangkut tanah kalau mau keluar proyek bannya dibersihkan dulu. Disemprot. Jadi tak ada tanah yang menumpuk di ban sehingga tidak mengotori jalan. Tapi, apa mungkin itu dilakukan pada proyek jalan tol dekat rumah saya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.