Dark/Light Mode

Gudik Versus Covid

Minggu, 7 Juni 2020 04:32 WIB
Ngopi - Gudik Versus Covid
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembatasan sosial terus berjalan di tengah pandemi, namun aktivitas di luar ruangan kini mulai dilonggarkan. Meski sebenarnya ya sama saja. Sebab sudah longgar dari kemarin-kemarin. 

Katanya, saat ini lagi transisi menuju new normal life. Seluruh sendi kehidupan, berangsur bergeliat dalam keadaan normal baru. Kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, keagamaan, pelan-pelan dibuka. Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti jaga jarak dan pakai masker. 

Tiba-tiba hati ini risau dengan nasib puluhan ribu pondok pesantren (ponpes) dengan jutaan santrinya. Saat ini sebagian besar ponpes memang meliburkan dan memulangkan santrinya. Nah, kalau vaksin corona belum dapat ditemukan dalam waktu dekat, mau tidak mau, kegiatan belajar mengajar dan pendidikan di ponpes akan berlangsung di tengah pandemi. Kalau virusnya beneran ada dan berbahaya, artinya akan ada sekitar 28.000 ponpes yang rentan jadi klaster baru penularan dan lebih dari 5 juta santri yang akan terpapar virus yang nggak kelihatan ini. 

Baca juga : Mods Jakarta

Sebab, agak susah menerapkan physical distancing di ponpes. Apalagi, puluhan ribu lembaga pendidikan keagamaan ini, kebanyakan masih tradisional. Ponpes kategori ini, enggak punya hall atau auditorium besar yang bisa dipakai untuk ngaji dengan protokol jaga jarak. Cuman ada emperan masjid kecil yang kalau ngaji sorogan ataupun bandongan, pasti umpel-umpelan. 

Beruntung bagi pondok yang punya pelataran luas. Jaga jarak bisa diterapkan. Ngaji rutin tiap pagi, sore, dan malam hari, bisa keleleran sambil bersandar di pohon asem yang wingit dan banyak penunggunya. 

Belum lagi soal kebersihan dan kesehatan. Lazimnya, ponpes tradisional ini bilik kamarnya sempit, jeding atau kamar mandinya berjamaah, sanitasi pun ala kadarnya. Kondisi semacam ini rentan bertumbuh suburnya penyakit kulit seperti kudis. Kami menyebutnya gudik. Proses penularannya, tak kalah cepat dibanding Covid-19. Hari ini kamar pojok ada yang gudikan, besok pagi, kamar sebelahnya sudah ada yang garuk-garuk. 

Baca juga : Kok Buat Kucing Doang?

Tetapi, meski khawatir dengan penyebaran Covid-19 di ribuan ponpes itu, saya berhusnudzon, kiai dan santri ini tangguh-tangguh. Berbekal penghayatan hidup yang dijalaninya seharihari, boro-boro vitamin, makan saja sederhana, ditambah wirid dan dzikir, serta ketangguhan membiasakan hidup di tengah kepungan gudik itu, ribuan ponpes dan jutaaan santri ini akan melalui pandemi dengan lancar. 

Jihad ke Surabaya bondo nekat mengusir penjajah saja enteng bagi mereka, apalagi “hanya” hidup berdamai dengan Corona. Namun, lebih dari itu, yang bikin tenang hati ini atas nasib ponpes adalah karena umaro negeri ini dekat dengan kaum sarungan. Hari santri, 22 Oktober, diresmikan di era presiden yang sudah masuk periode kedua ini. Apalagi, wapresnya sekarang Kiai. Karenanya, tak mungkin lah beliau-beliau ini tak peduli. 

Faqih Mubarok, Wartawan Rakyat Merdeka

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.