Dark/Light Mode

Sepinya Pilkada Depok

Minggu, 11 Oktober 2020 07:29 WIB
Ngopi - Sepinya Pilkada Depok
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Masa kampanye Pilkada 2020 di Kota Depok terasa anyep. sepi. Jauh dari hingar-bingar seperti pilkada-pilkada sebelumnya. saya memaklumi penyebab dinginnya suasana kampanye di Kota Depok ini.

Ya, pagebluk Covid-19 telah mengharuskan pasangan calon (paslon) untuk tidak membuat kerumunan. Para paslon diharuskan mengutamakan kampanye melalui media sosial (medsos) oleh penyelenggara pemilu.

Tapi, agaknya para paslon di Kota Depok masih gagap menghadapi aturan kampanye baru ini. Buktinya, banyak masyarakat Depok yang saya kenal belum tahu visi, misi dan program-program para paslon yang bertarung. Tidak hanya itu, masyarakat juga terkesan masa bodo dengan pilkada. Konsentrasi mereka lebih tertuju pada kasus Covid-19 dan UU Omnibus Law Cipta kerja.

Baca juga : Seminggu Sekali, Kang Emil Mau Ngantor di Depok

Tidak usah jauh-jauh mencari contoh, istri saya saja tidak tahu siapa yang maju di Pilkada Kota Depok. Padahal istri saya dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga menikah dengan saya, tinggal di Depok. “Siapa sih yang maju pak emangnya?” ujar dia saat saya tanya tentang paslon kota Depok.

Sebagai kota satelit DKI Jakarta, saya kira awalnya Pilkada Kota Depok bakal panas hingga tingkat akar rumput. Program paslon akan jadi bahan perbincangan publik hingga di wilayah yang paling privat seperti meja makan keluarga. Ternyata tidak. Perdebatan baru sebatas terjadi di wilayah elit.

Tetangga saya, Raman, bahkan lebih peduli jadwal saluran bansos Covid daripada urusan polotak-politik.

Baca juga : 5 Ormas Dukung Pasangan Pradi-Afifah Di Pilkada Depok

Memahami kondisi seperti ini, saya tidak bisa membayangkan betapa merosotnya angka pasrtisipasi masyarakat saat hari pencoblosan nanti. Tapi the show must go on, penghitungan suara tetap dilakukan saat 9 Desember nanti.

Bila memang kejadian, mungkin para paslon terpilih akan hilang tingkat legitimasinya meskipun dilantik menjadi kepala daerah. Bahasa kampungnya: dilantik tapi enggak diakuin. Posisi terpilih tapi tidak diakui publik bukannya tanpa konsekuensi. Tingkat patuh masyarakat terhadap aturan yang dibuat kepala daerah terpilih akan jadi taruhannya.

Tapi, sekali lagi, The show Must Go On. Masa kampanye terus berjalan dan baru berakhir pada 5 Desember nanti. Kita hanya berharap Pilkada 2020 berjalan secara jujur-adil (Jurdil), luas, umum, bebas rahasia (Luber) serta sesuai protokol kesehatan. [Susilo Yekti, Reporter Rakyat Merdeka]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.