Dark/Light Mode

Tak Perlu Keluarkan Perppu KPK

Jokowi Disanjung Rakyat

Minggu, 29 September 2019 07:08 WIB
Taufiqulhadi (Foto: dpr.go.id)
Taufiqulhadi (Foto: dpr.go.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Revisi UU KPK merupakan kebutuhan. Rakyat menghendaki adanya perubahan di tubuh komisi antirasuah. Revisi UU KPK itu, sudah disepakati pemerintah dan DPR, sebagai perwakilan rakyat. Karena itu, rakyat akan mendukung dan menyanjung jika Jokowi tak menerbitkan Perppu.

Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi mengingatkan, dalam merevisi UU KPK, Jokowi didukung rakyat. Hasil jajak pendapat yang dilakukan, sebagian besar responden menilai revisi UU KPK adalah baik untuk memperkuat KPK. "Dengan demikian, rencana revisi itu adalah populis, jika maksudnya didukung masyarakat banyak," ujar Taufiqulhadi kepada Rakyat Merdeka, semalam.

Kemudian, revisi UU KPK didukung oleh semua partai politik di DPR. "Itu artinya lebih separuh rakyat Indonesia mendukung revisi," imbuh politikus Nasdem itu.

Karena itu, rakyat akan mendukung jika Jokowi tidak menerbitkan perppu KPK yang akan mengubah revisi UU KPK sesuai keinginan rakyat. "Rakyat mayoritas di belakang Presiden, dan NasDem sepenuhnya juga di belakang Jokowi," tegasnya.

Taufiqulhadi pun meyakini, ada agenda tertentu di balik paksaan penerbitan perppu KPK ini. "Saya ingin peringatkan rakyat pro NKRI bahwa demo ini hanya menjadikan Undang-Undang KPK dan RKUHP sebagai isu tunggangan. Sesungguhnya yang mereka bidik adalah mencegah Jokowi dilantik nanti pada tanggal 20 Oktober," tuturnya.

Baca juga : Petani Minta Kenaikan Cukai Rokok Ditunda

Jika Jokowi mengeluarkan perppu KPK, para penumpang gelap ini akan meminta perppu-perppu lainnya. "Setelah ini, mereka akan memaksa perppu penolakan terhadap pimpinan KPK terpilih, setelah itu memaksa agar presiden Indonesia yang terpilih secara demokratis itu, tidak dilantik," tandasnya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan, revisi UU KPK adalah aspirasi rakyat yang didengar oleh Presiden Jokowi. Dia mengungkapkan, hasil jajak pendapat Litbang Kompas, lebih banyak rakyat yang mendukung revisi, yakni 44,9 persen ketimbang yang menolaknya, yakni 39,9. Selain itu, dalam hasil jajak pendapat itu, 64,7 persen responden setuju dengan ide Dewan Pengawas KPK. Itu artinya, Jokowi didukung rakyat.

Soal Dewan Pengawas ini tak lepas dari sikap dua mantan komisioner KPK, yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang pernah berseberangan dengan presiden. Dia menilai, sikap keduanya menunjukkan wewenang KPK yang tanpa batas.

"Pernyataan Abraham Samad yang pernah akan menangkap Presiden sebagai cermin hadirnya kekuasaan KPK tanpa batas, negara di dalam negara, ke depan tidak boleh terjadi lagi," tegas Hasto, kemarin.

PDIP pun mengingatkan Jokowi tak tergesa-gesa menerbitkan perppu KPK. Dia menyinggung, awalnya Jokowi dan seluruh partai politik yang ada di DPR sudah satu suara melakukan revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 itu. "Maka mengubah undang-undang dengan perppu sebelum undang-undang itu dijalankan adalah sikap yang kurang tepat," ujar Hasto.

Baca juga : KBRI Paris Terus Gencarkan Pesona Warisan Budaya Indonesia

Dia meyakini, Jokowi tak akan menerbitkan perppu KPK sebelum berbicara dengan partai-partai politik yang ada di parlemen. Soal masukan sejumlah tokoh terkait perppu KPK yang disampaikan saat bertemu Jokowi Kamis (26/9) lalu, dianggap Hasto sekadar gagasan dan sifatnya sebagai aspirasi. Menkumham, Yasonna H Laoly juga tak setuju jika Presiden menerbitkan Perppu. "Belum sah undang-undang sudah ditekan terus dengan segala cara," keluh Yasonna, kemarin.

Yasonna yang mengundurkan diri terhitung sejak 1 Oktober mendatang bersikukuh, jalur yang harusnya ditempuh pihak-pihak yang keberatan dengan revisi UU KPK adalah melalui MK. Sebab, sesuai Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 soal negara hukum, penyelesaian atas persoalan yang muncul harus sesuai aturan hukum.

"Mari didik anak bangsa taat konstitusi, menghargai konstitusi negara. Konstitusi mengatakan, kalau tidak setuju UU, gugat di MK, as simple as that," ujarnya.

Dia tidak setuju jika keputusan diambil karena adanya tekanan massa. Dia khawatir, di masa datang, kejadian serupa bisa terulang. Jika ada yang keberatan dengan UU, mereka akan berupaya mengubahnya dengan demo supaya Presiden menerbitkan perppu.

"Ini preseden tidak baik, kita tidak menghargai konstitusi. Ada sesuatu orang nggak suka, kita tekan, ada kebijakan pemerintah tekan pakai ini, bukan digugat ke pengadilan. Itu distrust kepada sistem kenegaraan," katanya.

Baca juga : Tunda Pengesahan RUU KUHP, Jokowi Dengar Keluhan Rakyat

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Reza Hariyadi menilai, sistem ketatanegaraan bakal memiliki preseden buruk jika Presiden Jokowi mengeluarkan perppu KPK. "Sebab, satu produk undang-undang belum apa-apa, sedikit-sedikit di-perppu-kan," ujar Reza, kemarin.

Menurutnya, jauh lebih elegan jika pihak yang keberatan dengan UU KPK hasil revisi mengajukan uji materi ke MK. "Itu juga menghindari potensi kewenangan berlebihan di tangan presiden dalam membuat kebijakan setingkat UU," tutur dia. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.