Dark/Light Mode

Indonesia Sudah Berpengalaman

Pemilu Ricuh Cuma Omong Kosong

Selasa, 26 Maret 2019 05:41 WIB
Anggota Fraksi Partai Golkar MPR Ace Hasan Sadzily (Foto: Dok. MPR)
Anggota Fraksi Partai Golkar MPR Ace Hasan Sadzily (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - MPR mengajak seluruh elemen masyarakat bekerja sama dalam merealisasikan terjadinya Pemilu damai. Penciptaan suasana damai tak boleh sekadar komitmen kontestan Pemilu, partai politik, atau pasangan capres- cawapres, namun seluruh elemen masyarakat.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, Indonesia sudah memiliki pengalaman panjang dalam menggelar pemilihan umum. Banyak pihak mengkhawatirkan Pemilu Indonesia menjadi tidak damai, namun hal itu tak pernah terbukti. Karenanya, ia berharap, publik tak memperbesar ketakutan-ketakutan bahwa Pemilu di Indonesia akan berakhir tidak damai.

“Akhirnya, itu semua (Pemilu ricuh) omong kosong. Ini adalah urutan peristiwa yang terulang. Makanya, kami berorientasi berfastabiqul khairat, menghadirkan yang terbaik karena pengalaman-pengalaman kita baik,” kata Hidayat dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk, “Konsolidasi Nasional Untuk Pemilu Damai” di Ruang Wartawan, Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, salah satu upaya menciptakan suasana damai tersebut merupakan peran pemberitaan media massa atau pers. Ia meminta, media massa berlaku adil dengan membuat berita sesuai fakta. “Selain media, aparat keamanan dan pemerintah juga harus bersikap adil. Bila semuanya berlaku adil, maka azas pemilu luber dan jurdilakan terwujud. Bila pemilu luber dan jurdil, kedamaian akan tercipta di negara ini,” tutur dia.

Baca juga : Presiden Beri Bantuan Pembangunan Rumah Korban

Hidayat menambahkan, harus dikaji lebih dalam siapa sesung- guhnya yang ingin menghadirkan pemilu tidak damai di Indonesa. Pasalnya, kontestan temasuk tim suksesnya sejak awal sudah berkomitmen menandatangani pemilu damai.

“Kalau ingin pemilu damai, jangan hanya para kontestan saja. Pihak lain harus melaksanakan komitmen itu, termasuk media massa. Media harus taat hukum sebagaimana kode etik jurnalistik,” tegasnya.

Hidayat juga mengkritisi sikap pemerintah yang terkesan ‘alergi’ untuk dikritik. Bahkan, sesal dia, kritik yang dilontarkan kepada pemerintah kerap diarti- kan sebagai menyebar kebencian atau hoaks.

“Bila ada kritik, harus dibalas dengan argument yang lebih kuat. Jangan bila ada kritik dianggap hoax atau menyebar kebencian. Itu justru yang akan membikin resah,” tandasnya.

Baca juga : Rachmawati Ditantang Buka Saja, Laporkan...!

Dalam kesempatan yang sama, Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Sadzily mengatakan, Pemilu adalah mekanisme yang biasa dalam demokrasi. Mekanisme Pemilu sudah diatur dalam konstitusi, dan Indonesia telah memiliki pengalaman panjang dalam menyelenggarakan pesta demokrasi yang digelar setiap lima tahun itu.

“Pemilu adalah ajang untuk kita memilih pemimpin. Dalam memilih pemimpin, seharusnya mengedepankan aspek keadaban publik. Jangan gara-gara Pilpres yang seharusnya bisa memberikan nilai positif bagi keutuhan bangsa dan negara, kita justru terpecah,” jelas dia.

Karenanya, sambung dia, dalam sirkulasi kekuasaan lewat Pemilu, seluruh elemen bangsa dituntut berpikir jernih dalam memilih pemimpin. Dengan begitu, pemilu dapat menjadi momentum yang beradab, masyarakat memilih dengan suka cita dan sesuai hati nuraninya.

“Petahana, menyampaikan apa yang sudah dan akan dilakukan 5 tahun ke depan. Lawannya, silahkan menyampaikan kritik dengan data yang akurat. Kalau poin itu dijalankan, pemilu akan menjadi sarana untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Sarana untuk ‘fastabiqul khairat’. Bila ini terjadi kekhawatiran adanya perpecahan, tak akan terjadi,” jelas dia.

Baca juga : Indonesia Selalu Bersama Palestina

Ace menambahkan, bangsa ini sudah memiliki pengalaman berdemokrasi yang panjang. Sejak era reformasi, Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014, semua berlangsung dengan lancar. Meski Pemilu 2019 berbeda dengan sebelumnya, Pemilu Presiden dan Legislatif dilakukan serentak, namun pengala- man baru ini tak bisa dijadikan argumen tentang terjadinya perpecahan.

“Ini bukan sesuatu yang mudah. Tapi, jangan gara-gara Pemilu kita terpecah. Kita mundur kalau bangfsa ini hancur,” tandasnya.

Pakar Politik UIN Syarif Hidayatullah, Ady Prayitno, dalam kesempatan yang sama dengan tegas menyebut Pemilu bukan perang antaragama, suku, dan golongan. “Cukup sudah bila ada konflik seperti itu. Jangan sampai adanya Pemilu membuat kita tak produktif,” tegasnya. [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.