Dark/Light Mode

Bukan KPK, Yang Ditakutin Dewan Itu Tak Kepilih Lagi

Kamis, 28 Maret 2019 00:01 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota DPR masih malas melaporkan kekayaan. Berdasarkan data di KPK, sampai kemarin, masih ada 428 anggota Dewan yang belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Melihat kondisi ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan mempersilakan KPK mengumumkan nama-nama anggota Dewan yang belum menyerahkan LHKPN. Agar para Dewan itu segera lapor sebelum batas akhir pada 31 Maret nanti. “Oke saja kalau KPK mau umumkan anggota Dewan yang belum menyerahkan LHKPN,” ucap politisi senior PDIP ini, di Jakarta, kemarin.

Hanya saja, dia berharap, KPK juga mau mengumumkan secara masif ke publik mengenai bahaya politik uang dalam Pemilu. Sebab, yang terjadi di bawah saat ini, praktik politik uang begitu gila-gilaan. Seorang caleg di daerah ada yang ditodong Rp 500 ribu untuk setiap suara yang dia perjuangkan menuju kursi Dewan.

Baca juga : Menag Dicuekin, Arab Saudi Tak Mudah Dirayu

“Saya kira, jauh lebih penting jika KPK umumkan bahaya politik transaksional ini ke masyarakat. Karena, yang saya lihat sekarang ini ngeri, Mas,” ucapnya.

Trimed mengakui, Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mewajibkan setiap penyelenggara negara, termasuk anggota Dewan, menyetorkan LHKPN. Tapi, di Undang-Undang itu disebut, pelaporan dilakukan hanya tiga kali pada setiap masa jabatan. Yakni saat akan menjabat, saat baru menjabat, dan selesai menjabat. Tidak setiap tahun seperti yang KPK tagih selama ini.

“Kan Undang-Undangnya menyebut setiap menjabat, baru (menjabat), dan selesai menjabat wajib laporkan kekayaannya. Tapi, KPK kemudian dibuat setiap tahun wajib lapor. Sementara, pegangan anggota Dewan itu pada saat akan, baru menjabat, dan sesudah. Patokannya itu,” katanya.

Baca juga : Masih Banyak Yang Anggap Demokrasi Itu Bidah

Dia mengklaim, anggota Dewan tidak malas dalam menyetorkan LHKPN ke KPK. Masih tingginya persentase anggota yang belum menyerahkan LHKPN karena memang tengah konsentrasi menghadapi Pemilu.

“Untuk berjuang (terpilih kembali) ini kan juga butuh waktu sehingga mereka konsentrasi di daerah. Terkecuali ada yang sejak 2014 sama sekali belum melaporkan, itu persoalan lain. Jadi, tidak ada maksud sama sekali dari kawan-kawan tidak taat pada peraturan yang dibuat KPK,” katanya.

Dia pun menyarankan KPK untuk lebih menitikberatkan perhatian pada perhelatan Pemilu 2019. Sebab, yang lebih ditakutkan para anggota Dewan bukan terkait pelaporan LHKPN ke KPK. Anggota Dewan lebih takut pada politik transaksional yang saat ini mulai tinggi.

Baca juga : Malu-maluin, Anggota Dewan Paling Malas Lapor LHKPN

“Harusnya KPK kampanye ke daerah-daerah. Sadarkan masyarakat untuk tidak memilih Dewan karena uang. Sebab, kalau politik mahal, ya ujungnya korupsi. Itu yang sebenarnya kita ingatkan kepada KPK untuk lebih mementingkan sosialisasi itu,” pintanya.

Trimed kemudian memaparkan tingginya politik uang yang terjadi. Untuk caleg DPRD kabupaten/kota saja, mereka bisa diminta uang sebesar Rp 500 ribu per suara. “Misalnya, di Tobasa (Sumatera Utara), untuk (DPRD) kabupaten/kota Rp 500 ribu satu suara. Mereka ini kan, kalau mau duduk, minimal harus punya 2.500 hingga 3.000 suara. Kalau mau dapat 3.000 suara, harus buang (menyebar uang ) untuk 5.000 (suara). Kalau Rp 500 ribu kali 5.000 suara, ya Rp 2,5 miliar. Bayangin itu. Itu baru tingkat kabupaten/kota,” cetusnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.