Dark/Light Mode

Sistem Hukum Pasca-Reformasi 

Kualitas UU Kita Mengkhawatirkan

Kamis, 2 Mei 2019 03:30 WIB
Prof Bagir Manan (Foto: Istimewa)
Prof Bagir Manan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Undang-Undang (UU) yang dihasilkan DPR dan Pemerintah pasca-reformasi belum maksimal. Sudah begitu, kualitasnya juga sangat mengkhawatirkan. Banyak UU yang isinya tumpang tindih. 

Demikian disampaikan pakar hukum tata negara dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Bagir Manan saat berbicara di seminar nasional bertajuk "Potret Sistem Hukum Indonesia Pasca-Reformasi", di Surabaya, Selasa kemarin. Seminar ini digagas Badan Pengkajian MPR dan Universitas Surabaya (Ubaya). Ketua Badan Pengkajian MPR Delis Jurkanson Hehi dan Anggota Badan Pengkajian Bambang Sadono hadir di acara tersebut. 

"Sebagian Undang-Undang yang dibuat DPR bersama Pemerintah memiliki kualitas yang memprihatinkan. Akibatnya, tak sedikit yang kalah dalam sengketa perundang-undangan, baik di MK (Mahkamah Konstitusi) maupun MA (Mahkamah Agung)," ucap mantan Ketua MA itu. 

Baca juga : Pasca-Pemilu, Pelayanan Publik Wajib Ditingkatkan

Bagir mengingatkan, memproduksi UU sangat penting sesuai perkembangan demokrasi. Dia mencontohkan Amerika, yang mampu membuat 100 UU setiap tahun. 

"Ini sesuai dengan tugasnya sebagai lembaga legislasi. DPR kita banyak tenggelam. Hanya berkutat soal pengawasan. DPR harus disadarkan, bahwa fungsi mereka legislasi," tegasnya.

Di tempat yang sama, Pakar hukum tata negara yang juga Guru Besar Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menegaskan, banyak sistem norma yang mengalami perubahan. Salah satunya UUD 1945. Karena itu, sistem konstitusi Pancasila tidak boleh diam. Sistem konstitusi Pancasila harus dirumuskan ulang mengikuti perubahan yang tengah berlangsung. 

Baca juga : Polemik Hukum KPU, Nasdem Dorong Presiden & Ketua DPR Segera Bersikap

"Negara Indonesia berdasar atas hukum seperti yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945. Perlu ditinjau kembali. Karena saat ini sudah berkembang tuntutan, bukan hanya hukum tapi juga etik. Bukan hanya rule of law tapi juga rule of etic," kata mantan Ketua MK ini.

Anggota Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono, dalam sambutannya menyatakan, pihaknya berusaha mengkaji UU hasil reformasi. Setelah hampir lima tahun berlangsung, saat ini, Badan Pengkajian MPR berusaha merumuskan kesimpulan yang sudah dilakukan. Beberapa isu menarik yang dikaji dalam lima tahun terakhir ini antara lain soal posisi MPR, posisi DPD, penataan sistem kehakiman, khususnya sistem yang menyangkut posisi MA, MK, dan Komisi Yudisial. Juga penataan sistem presidensial dan penataan sistem hukum dan perundang-undangan nasional. 

"Selama ini, ditengarai Undang-Undang yang berhasil dilahirkan DPR bersama Pemerintah relatif sedikit. Yang lebih memprihatinkan, sebagian Undang-Undang itu kualitasnya mengkhawatirkan dan harus ditingkatkan," kata Bambang. 

Baca juga : Jaga Harga Pangan Jelang Puasa, Dewan Minta Dilibatkan

Untuk merumuskan kesimpulan hasil kajian, kata Bambang, MPR sudah membentuk dua lembaga ad hoc. Keduanya masing-masing membahas sistem perencanaan pembangunan model GBHN dan sistem ketatanegaraan di masa yang akan datang.

"Badan pengkajian MPR lima tahun ini mengevaluasi UUD amandemen dengan seluruh pakar dari Indonesia. Kita sudah buat dua panitia ad hoc, satu rekomendasi sistem GBHN, satunya lagi mengkaji untuk sistem kenegaraan. Mudah-mudahan terus ada masukan untuk memberi rekomendasi, dan dilaksanakan oleh DPR, MPR, dan Pemerintahan," ujarnya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :