Dark/Light Mode

Tidak Mau Buru-buru Bikin Koalisi

AHY Khawatir Cepat Kawin Cepat Cerai

Selasa, 17 Mei 2022 06:57 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Foto: ist)
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Foto: ist)

 Sebelumnya 
Saat ini, partai berlambang mercy ini, sebutnya, masih membuka ruang komunikasi dan silaturahmi dengan semua pihak. "Masih cair, belum memutuskan," lanjutnya.

Selain itu, Demokrat, kata Herzaky, juga masih mengamati kecenderungan mood atau suasana hari rakyat. "Apakah mau perubahan atau kelanjutan. Bagaimana pun kita ingin mendukung koalisi yang mau membawa aspirasi rakyat," terang dia.

Masalahnya, saat ini di luar partai pendukung pemerintah, hanya ada 2 partai saja, yakni Demokrat dan PKS. Bila keduanya berkoalisi, masih belum memenuhi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah secara nasional. Lantas partai manakah yang bisa ditarik bergabung ke dalam koalisi 'perubahan' ini?

Baca juga : Gerakan Buruh Perlu Inovasi Lewat Dialog Sosial Berkeadilan

Herzaky hanya mesem-mesem. Ia masih enggan menebak-nebak. Termasuk potensi duet Anies-AHY yang sempat ramai, membuka kemungkinan bisa menggaet NasDem misalnya.

Yang jelas, lanjutnya, Demokrat berkeinginan munculnya 3 pasangan calon (paslon) di Pilpres mendatang. Bukan 2 paslon sebagaimana Pilpres 2019 lalu. "Kami ingin ada ruang terbuka semua partai berkoalisi dan mengajukan calon. Tidak ada pemaksaan calon harus 2," tuturnya.

Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing memprediksi Demokrat dan PKS akan bersatu dalam sebuah koalisi. "Karena memang 2 partai ini, selama 5 tahun ini berada di luar koalisi pemerintah. Sebagai sesama oposisi, boleh jadi mereka punya kesamaan," kata Emrus, lewat sambungan telepon, tadi malam.

Baca juga : Thalita Latief, Dekat Ichan Usai Cerai

Hanya saja, kursi kedua parpol ini tidak cukup mengusung Capres sendiri. Sehingga bargaining position kedua partai ini lemah, dan mau tidak mau harus merapat ke parpol yang punya bargaining besar seperti PDIP, Gerindra dan Golkar.

Dibandingkan Demokrat, PKS lebih fleksibel untuk merapat ke sejumlah parpol dengan bargaining besar. Jika PKS meninggalkan Demokrat, maka posisinya akan dilematis.

"PKS akan lebih mendekat ke Gerindra. Demokrat kecil kemungkinan bisa merapat ke PDIP, tapi PKS masih memungkinkan ke PDIP. Karena Sekjen PKS sudah membangun komunikasi politik yang bagus dengan partai lain, termasuk PDIP," nilainya.

Baca juga : Taise Marukawa-Persebaya Sepakat Cerai

Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Rahadjo Jati memprediksi, besar kemungkinan parpol-parpol lain hanya akan merapat ke dua kutub politik tersebut. Misalnya, kata Wasisto, PKS dan Demokrat yang sangat mungkin bergabung dengan koalisi Airlangga cs. 

Menurut Wasisto, dua parpol tersebut lebih dekat dengan KIB. Sebab, semuanya pernah bekerja sama dalam koalisi yang sama di era Presiden SBY. Beda halnya dengan PDIP, peluangnya akan lebih kecil bagi Demokrat dan PKS untuk berkoalisi. 

“Karena sudah terjalin relasi dan pengalaman harmonis ketika 10 tahun pemerintahan SBY,” ucap Wasisto. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.