Dark/Light Mode

PKS Dihadapkan Pilihan Koalisi atau Oposisi, Ini Saran Pengamat

Minggu, 17 Maret 2024 14:27 WIB
Presiden PKS Ahmad Syaikhu (kedua kiri) didampingi para petinggi PKS, dalam konferensi pers soal Pemilu 2024. (Foto: Tedy O Kroen/RM)
Presiden PKS Ahmad Syaikhu (kedua kiri) didampingi para petinggi PKS, dalam konferensi pers soal Pemilu 2024. (Foto: Tedy O Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - PKS sedang dihadapkan pada pilihan koalisi dengan pemerintahan mendatang atau tetap menjadi oposisi seperti selama ini 10 tahun terakhir. Pengamat pun memberikan saran atas pilihan tersebut.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menyatakan, PKS bisa berkaca dari 10 tahun sebagai oposisi. Hasilnya, kenaikan perolehan suara PKS di Pemilu 2024 tidak cukup signifikan untuk menambah kursi di DPR.

Perolehan suara PKS secara nasional dari hasil real count sementara KPU tidak terlalu jauh berbeda dengan perolehan pada Pemilu 2019. PKS dalam hitungan sementara tidak mampu menembus lima besar perolehan suara terbesar.

“Menjadi penyambung lidah rakyat itu sebuah kehormatan. Tapi ternyata perilaku pemilih kita tidak mengapresiasi hal ini. Harusnya, mereka memberikan suara untuk PKS agar bisa menambah kursi di DPR. Fenomena PKS menjadi oposisi selama 10 tahun tidak semaksimal yang dilakukan PDIP pada 2014,” tuturnya, di Jakarta, Minggu (17/3).

Baca juga : Partai Matahari Nunggu Suasana Batin Para Caleg

Pangi mengatakan, menjadi oposisi sebenarnya keren. Dalam, dalam konteks perilaku pemilih di Indonesia, oposisi kurang mendapatkan tempat.

“Rakyat tidak memberikan reward terhadap perjuangan PKS. Saya berpikir bahwa PKS bisa nomor satu atau dua, tapi faktanya tidak seperti yang dihitung di atas kertas,” imbuhnya.

Menjadi oposisi selama 10 tahun, lanjut Pangi, cukup melelahkan. Partai tidak dapat program dan kebijakan dari pemerintah. Banyak program kepala daerah PKS juga tidak bisa mendapat anggaran pusat karena dianggap oposisi.

“Saya pikir PKS akan rasional. Kalau 10 tahun oposisi tidak maksimal membantu rakyat, saya pikir di dalam pemerintah pun tidak membawa kesialan, justru membawa kebaikan,” imbuhnya.

Baca juga : KPK Titipkan 15 Tersangka Kasus Pungli Di Rutan Polda Metro Jaya, Ini Alasannya

Pangi melihat, PKS tidak ada kendala dengan Prabowo Subianto. PKS telah membersamai Prabowo dalam dua kali Pemilu sebelumnya. Dengan Partai Gerindra pun tidak ada kendala untuk membangun koalisi. “Chemistry mereka tidak sulit untuk bersatu,” ucapnya.

Pangi mengatakan, tidak ada partai yang bisa menjadi oposisi selama 15 tahun. Namun, jika PKS mengambil jalan 15 tahun sebagai oposisi, hal tersebut harus diapresiasi. “Saya pikir PKS lebih mempertimbangkan kebermanfaatan dan kemudhoratannya. Masyarakat masih berharap ada oposisi,” ucapnya.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung, Muhammad Fuady, mengatakan bahwa koalisi PKS dengan pemerintaha berikutnya mungkin saja terjadi. Hanya, persoalannya apakah konsituen PKS dapat menerima jika partai pilihannya memilih berkoalisi dibanding menjadi oposisi.

“PKS adalah salah satu partai yang memiliki tingkat pragmatisme rendah. Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elite maupun konstituennya. Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih, artinya suara partai selaras dengan publiknya,” ucapnya.

Baca juga : KPK Sidik Kasus Dugaan Korupsi Di Taspen, Ini Penjelasan Kasus Dan Penggeledahannya

Dalam politik, tambah Fuady, semua serba boleh dan serba mungkin. Partai yang menjadi lawan politik seketika dapat menjadi kawan dalam perahu yang sama. Apalagi jika mereka sebenarnya relatif memiliki ikatan emosional karena pernah berkoalisi di Pilpres sebelumnya.

“Namun, bila relawan dan pemilih menginginkan PKS menjadi oposisi, sebaiknya musyawarah elite partai mempertimbangkan hal itu. Apalagi PKS sudah berpengalaman menjadi oposisi. Demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi untuk memastikan kebijakan pemerintah selaras dengan aspirasi publik,” ucapnya.

Bagi pemilih PKS, lanjutnya, tradisinya bukan pragmatisme tapi politik yang lebih ideologis, bukan kekuasaan yang menjadi tujuan. Artinya, berada di luar lingkaran kekuasaan lebih terhormat bagi PKS. “Partai ini tidak memiliki tradisi mengkhianati suara konstituennya,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.