Dark/Light Mode

Pengurus DPP Bela Suharso

Kursi Ketua Umum PPP Tidak Perlu Diutak-atik

Senin, 7 September 2020 05:10 WIB
Kantor DPP PPP Menteng Jakarta.
Kantor DPP PPP Menteng Jakarta.

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua DPP PPP Rudiman membela Suharso Monoarfa. Dia menganggap sudah basi alias terlambat mempersoalkan keabsahan kursi Plt Ketua Umum Partai kabah yang kini diduduki Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut.

“Terlambat. Sudah telat. Persoalan itu tidak usah kita dibesar-besarkan lagi,” ujar Rudiman kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Dia menuturkan, jika kader dan pengurus masih mempersoalkan kursi Plt ketua umum, PPP tidak akan besar. Seharusnya, jika ingin mempermasalahkan kursi Plt dilakukan sejak dulu, ketika almarhum Kiai Maemun Zubair memberikan fatwa sekaligus memberikan kursi ketua umum kepada Suharso. 

“Kenapa partai ini tidak besar, karena persoalan yang tidak penting dibesar-besarkan,” cetusnya. 

Yang sudah berlalu, lanjutnya tidak perlu lagi diutak-atik. Saat ini, yang lebih penting adalah DPP PPP untuk menentukan waktu Muktamar. 

Baca juga : KAMI Tak Perlu Turun Ke Jalan

Yang tunggu dan penting itu adalah jadwal Muktamar. Kan DPP juga yang akan melaksanakan muktamar. Kita sendiri sudah bersepakat setelah pilkada,” katanya. 

Terkait pelaksanaan Muktamar, Rudiman tidak mempermasalahkan jika Plt masih dijabat Suharso. Karena, Suharso hanya pelaksana teknis saja. Nanti pengurus DPP yang menentukan siapa Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) saja. 

“Jadi, jangan lagi mempersoalkan Plt. Sekarang siapa yang ingin mencalonkan sebagai ketum, monggo. Silakan untuk berkomunikasi dengan pengurus pengurus daerah,” ujarnya. 

Rudiman mengungkapkan saat ini ada tiga kandidat ketum. Suharso Monoarfa, Arsul Sani dan dan Zainut Tauhid. 

“Yang terdengar cukup kencang di pusat dan pengurus daerah tiga kandidat itu. Ya mungkin saja ada calon lain sembunyi-sembunyi melakukan komunikasi dengan pengurus daerah,” katanya. 

Baca juga : Tekanan Suharso Lengser Dari Plt Ketum PPP Menguat

Masalah keabsahan kursi Plt Ketua Umum PPP sebelumnya disampaikan Ketua DPP Ahmad Farial. Menurutnya, dilema posisi Plt semakin mengemuka jelang Muktamar PPP ke-IX. 

Karena jabatan Plt Ketum ini adalah jabatan darurat. Sedangkan posisi Suharso menduduki Plt juga melanggar AD/ART PPP yang menetapkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan Ketum PPP harus diisi oleh salah satu dari 8 (delapan) Wakil Ketua Umum PPP. 

Sedangkan Suharso bukan salah satu Wakil Ketua Umum, tetapi karena ijtihad politik Mbah Moen (Kyai Maimun Zubair Ketua Majlis Syari’ah) kemudian dipilih menjadi Plt Ketum PPP menggantikan Romahurmuzy dan disahkan dalam Mukernas III PPP di Bogor pada 20 Maret 2019. 

Kemudian, papar Farial, dalam realitas politiknya jabatan Plt Ketum PPP ini telah memerankan dirinya sebagai Ketua Umum definitif dengan menandatangani pengajuan usulan calon menteri, usulan calon dewan pertimbangan presiden, juga menandatangani SK para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan diusung PPP. 

“Namun apakah Plt Ketum Suharso ini memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan Muktamar PPP, karena jabatannya Plt Ketumnya jelas inkonstitusional, sehingga apabila diselenggarakan Muktamar tidak memiliki legitimasi. Maka muktamar yang diselenggarakan tidak memiliki keabsahan dan menjadi sia-sia,” ungkap Farial. 

Baca juga : Jenazah Waketum PPP Reni Dimakamkan Di Cimaja Sukabumi

Seharusnya ketika mengesahkan jabatan Plt Ketum PPP tersebut dibarengi dengan adanya limitasi kewenangan dan waktu berlakunya. Misalkan, pertama, tugas Plt Ketum PPP mensukseskan keikutsertaan penyelenggaraan pileg dan pilpres 2019, dan Kedua, menyelenggarakan Muktamar IX selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan setelah pileg dan pilpres dilaksanakan. 

Namun dalam prakteknya, pelaksanaan Mukernas IV PPP di Banten 20 Juli 2019, dan Mukernas V PPP di Jakarta 15 Desember 2019 hanya memperpanjang masa darurat jabatan Plt Ketum hingga saat ini, dan pelaksanaan Muktamar IX diserahkan ke DPP PPP. 

Farial menduga, kedaruratan diperpanjang mengkalkulasi kemungkinan Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet di bulan Oktober dan penyelenggaraan pilkada di 270 provinsi, kabupaten dan kota, artinya mengakomodir kepentingan sesaat elit PPP di DPP, DPW dan DPC. [REN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.