Dark/Light Mode

Calon Tunggal Muncul Karena Aturan Main

Senin, 24 Agustus 2020 08:03 WIB
Anggota Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati (Foto: Istimewa)
Anggota Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, penyebab utama munculnya calon tunggal di pilkada sebetulnya dipicu aturan main atau regulasi. Banyak pasal dalam Undang-undang (UU) Pemilu atau Pilkada, yang membatasi parpol ataupun masyarakat mengusung calonnya sendiri. 

Anggota Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, alih-alih memberi peluang munculnya alternatif paslon atau figur kepada masyarakat di pilkada, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebetulnya justru memberi peluang memunculkan calon tunggal di kompetisi elektoral tingkat daerah. 

Baca juga : Carol Cabrino, Tangis Bahagia Untuk Sang Suami

Beberapa pasal yang membuat kedemokratisan dalam pilkada mengalami ‘anomali’, di antaranya, Pasal 40 Ayat (1) serta Pasal 41 Ayat (1) (2) dan (3) , UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pada Pasal 40 Ayat (1) misalnya, diatur syarat parpol atau gabungan parpol boleh mengusung calonnya sendiri adalah memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. 

Menurutnya, aturan ini pada akhirnya membuat parpol menguasai lebih dari 85 kursi DPRD jadi pengontrol utama kandidasi. Begitu pula paslon yang berhasil memborong dukungan hampir semua partai di parlemen daerah. Sebab parpol yang perolehan kursi di bawah 20 persen akan ‘terpaksa’ berkoalisi bila ingin tetap eksis di pilkada. 

Baca juga : KPK Terus Buru Harun Masiku

Kemudian, Pasal 41 Ayat (1) (2) dan (3) diatur, secara garis besar masyarakat yang ingin maju dari jalur perseorangan harus mengumpulkan dukungan sebesar 6,5 persen dari total Daftar Pemilih tetap (DPT) yang dibuktikan melalui fotocopy KTP. Syarat ini jelas sangat memberatkan. Sebab, ongkos operasional yang harus dipikul masyarakat dalam mengumpulkan dukungan jadi sangat besar. 

Diakuinya, bila muncul calon tunggal dalam pilkada maka KPU RI akan memberikan kolom kosong sebagai pilihan kedua bagi masyarakat. Namun, alternatif itu sebetulnya ‘melukai’ kedemokratisan itu sendiri. Khoirunissa juga menyoal bahwa paslon di Pilkada dipilih secara demokratis oleh partai. Asas ini dinilainya sangat subjektif, karena kedemokratisan dipulangkan ke AD/ART masing-masing partai. “Harusnya ada patokan dalam regulasi kita bahwa yang dimaksud demokratis itu adalah, A, B, C, dan seterusnya,” tandasnya. 

Baca juga : Lawan Kotak Kosong Itu Berat, Jadi Jangan Dianggap Enteng

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pilkada dengan satu paslon memang tetap sah karena sudah sesuai dengan UU. Pelaksanaannya bahkan sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU). PKPU yang dimaksud adalah PKPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang pilkada dengan satu pasangan calon, yang kemudian direvisi dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2018. 

“Mengenai Pilkada dengan satu pasangan calon hal itu dimungkinkan dan telah diatur dalam PKPU,” ujarnya. Sekalipun demikian, Raka mengakui, pilkada akan lebih demokratis bila dalam kompetisinya diikuti lebih dari satu pasangan calon. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.