Dark/Light Mode

Soal Dinasti Politik

Mahfud MD Ngeblok Ke Gibran Cs

Minggu, 6 September 2020 09:31 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD (Foto: Dok. Kemenko Polhukam)
Menko Polhukam Mahfud MD (Foto: Dok. Kemenko Polhukam)

 Sebelumnya 
Dalam diskusi yang sama, direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengungkapkan, dinasti politik sangat erat kaitannya dengan nepotisme. Ia mengaku negara yang cenderung mempraktikkan dinasti politik maka angka korupsinya pun semakin tinggi. “Menurut penelitian, negara yg memiliki dinasti politik cenderung tingkat korupsi lebih tinggi,” beber Djayadi. 

Dia khawatir politisi turunan dinasti politik akan memainkan anggaran di beberapa sektor yang anggarannya paling tinggi. Seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. “Ada politik anggaran di situ. Anggarannya lebih tinggi di bidang infrastruktur, kesehatan, sanitasi, pendidikan tapi enggak ada pertumbuhan ekonomi, kenapa bidang itu, karena bidang itu biayanya banyak dan menjangkau publik,” paparnya. 

Baca juga : Gibran Ngos-ngosan

Pernyataan berbeda diutarakan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. Saat dimintai tanggapan terkait dinasti politik, Mardani menilai undang-undang sejatinya tidak dapat melarang siapa pun untuk memilih dan dipilih. Tapi menjauhkan nepotisme dari politik Indonesia adalah kebaikan. “Caranya dengan mensyaratkan mereka yang maju Pilkada melalui parpol seharusnya telah mengantongi kartu tanda anggota minimal dua tahun sebelum mendaftar,” jelas Mardani kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Setelah dua tahun memegang KTA, Mardani mempersilakan siapa pun mengikuti kontestasi, meskipun sarat dinasti politik. Sebab orang tersebut telah merasakan betapa berat menjalankan mekanisme pencalonan di setiap parpol. “Nepotisme itu berbicara tentang reformasi 1998, dan nepotisme buruk bagi demokrasi dan ruang publik,” tegas anggota Komisi II DPR itu. 

Baca juga : MotoGP, Vinales Mau Nebus Kesalahan di Masino

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurniasyah, menilai, terdapat penyesatan tafsir jika nepotisme disebut tidak melanggar konstitusi. Opini semacam ini hanya pembenaran adanya upaya membangun politik oligarki. “Pernyataan Menko Polhukam itu, jelas kental nuansa pembelaan (ngeblok) pada keluarga penguasa untuk meraih kekuasaan seluas-luasnya,” tukas Dedi kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Kontestasi yang diikuti oleh keluarga penguasa secara etis tidak baik. Kondisi ini mempertontonkan benalu demokrasi karena tidak dapat menghindarkan diri dari pemanfaatan posisi keluarga yang lebih dulu berkuasa. “Meskipun memang sah dan direstui konstitusi, paling tidak politik tidak selalu bicara hak, tetapi juga perlu adanya pertimbangan etika,” imbuhnya. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.