Dark/Light Mode

Kritisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020

Bawaslu Nggak Ngarep Sikerap

Sabtu, 5 Desember 2020 05:37 WIB
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar. (Foto: Facebook)
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar. (Foto: Facebook)

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengkritisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2020 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pasalnya, peraturan itu seakan mewajibkan penggunaan Sistem Rekapitulasi Suara Elektronik (Sirekap) di tiap tahapan rekapitulasi Pilkada serentak 2020.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menjelaskan, berdasarkan kajian institusinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadikan Sirekap sebagai sebuah mekanisme wajib yang harus dilakukan dalam seluruh tahapan rekapitulasi. Padahal, berdasarkan kesepakatan dengan DPR, Sirekap hanyalah alat bantu, sementara proses penghitungan tetap dilakukan secara
manual.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan KPU pada 12 November 2020 lalu, jelasnya, disepakati, penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan suara dan rekapitulasi.

“Dalam rapat itu, Sikerap disepakati lebih diperuntukkan sebagai sarana publikasi kepada masyarakat,” tegasnya, dalam keterangan resmi, kemarin.

Atas keputusan KPU ini, Fritz mempertanyakan ruang lingkup dan batasan frasa “alat bantu” dari sudut pandang KPU. Pertama, tanya dia, apakah Sirekap merupakan alat bantu, untuk menunjang kemudahan bagi KPU melakukan mekanisme rekapitulasi hasil penghitungansuara pemilihan, sehingga Sirekap menjadi bagian dari kesatuan proses itu?

Kedua, apakah Sirekap merupakan alat bantu untuk menunjang kemudahan akses bagi masyarakat terhadap publikasi hasil rekapitulasi, sehingga Sirekap merupakan sistem teknologi publikasi yang tidak menjadi bagian kesatuan proses itu?

Baca juga : Bawaslu: Pakai Masker Ya!

Atas polemik ini, Fritz menegaskan, Bawaslu meminta KPU memberlakukan Sirekap dalam empat hal. Pertama, memposisikan Sirekap tidak dalam satu kesatuan proses rekapitulasi, namun sebagai alat bantu untukmempermudah masyarakat mendapatkan akses publikasi.

Kedua, menggunakan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dan rekapitulasi secara manual, sebagai basis utama tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan. 

Ketiga, KPU perlu menyusunlangkah mitigasi antisipasi dalam hal Sirekap tidak berjalan dengan tidak melakukan rekapitulasi di tempat lain yang memiliki jaringan. Karena akan berpotensi meningkatkan risiko penularan Covid-19.  Hal ini baginya sekaligus menyebabkan tidak adanya kepastian hukum.


“Keempat, menyiapkan alternatif penghitungan suara dan rekapitulasi hasil perolehan suara, bila Sirekap tidak dapat dipergunakan. Sehingga, ada prosedur lain yang dapat digunakan. Karena itu, proses penghitungan manual harus segera dilakukan KPU,” serunya.

Anggota Komisi II DPR, Junimart Girsang mengatakan, untuk memberlakukan Sirekap pada Pilkada 2020, seharusnya UU tentang pilkada direvisi terlebih dahulu. Sebab sepengetahuannya, dalam UU Pilkada hanya dikenal penghitungan secara manual. “Kita ubah dulu UU, baru kita bicara untuk keluarkan PKPU,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

Dia mengingatkan, bila KPU ngotot menggunakan Sirekap sebagai dasar penghitungan dan rekapitulasi suara secara resmi dalam Pilkada 2020, maka produk aturannya akan bermasalah.

Baca juga : BUMN Ngarep Dana Tambahan Di Himbara

“Kalau (keluar PKPU), maka (PKPU) itu akan batal demi hukum,” tandasnya. 

Distribusikan Logistik 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok mendistribusikan logistik Pilkada Kota Depok ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pendistribusian itu guna menghadapi Pilkada pada 9 Desember 2020. Pendistribusian logistik sudah dilaksanakan sejak awal pekan ini.

Hingga saat ini, KPU Kota Depok masih mengirim logistik Pilkada ke PPK Kota Depok secara bertahap. “Sebanyak 4.049 kotak suara tengah kami distribusikan ke PPK,” kata Ketua KPU Kota Depok Nana Sobarna, kemarin.

Dia menjelaskan, distribusi kotak suara diberikan satu paket dengan surat suara dengan total 1.262.051 lembar. “Logistik yang diberikan ke PPK sudah dinyatakan aman dan surat suara
137 lebar yang rusak sudah diganti,” ujarnya.

Selain kotak suara dan surat suara, KPU Kota Depok mengakutelah menyiapkan perlengkapan protokol kesehatan di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Nana mencontohkan, telah menyiapkan thermogun dan baju hazmat untuk digunakan pada pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Depok.

Baca juga : Heran, Masih Banyak Warga Cuek Nggak Pake Masker

“Baju hazmat itu akan digunakan jika ada tiba-tiba pemilih yang pingsan di lokasi TPS. Sebelum membantu, petugas KPPS sebanyak dua orang akan menggunakan baju hazmat terlebih dahulu. Jadi penggunaannyasangat kondisional,” tuturnya.

Untuk keadaan normal, lanjut Nana, petugas KPPS pada pemungutan suara akan menggunakan face shield dan sarung tangan.

Nantinya, kata Nana, warga yang ingin menggunakan hak suara akan terlebih dahulu disemprotkan disinfektan sebelummasuk ke TPS. Selain itu, penerapan jaga jarak minimal satu meter akan dilakukan dan warga yang datang sudah dijadwalkan sesuai jam di surat undangan.

“Saat pemilih datang, dia menggunakan masker, cek suhu, kemudian dipersilakan mencuci tangan dengan sabun. Setelah itu dikeringkan dengan tisu, lalu diberikan sarung tangan vaksin sekali pakai,” jelasnya. [SSL/EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.