Dark/Light Mode

Mental Inlander Dan Kompeni

Kamis, 18 November 2021 07:03 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Beberapa produk dalam negeri juga banyak yang menggunakan brand beraroma asing sebagai gimmick. Padahal, itu jelas produk asli Indonesia. Buatan Ciomas, Tangerang atau Majalengka.

Ketika ada peluncuran produk luar negeri, ramai-ramai ingin menjadi yang pertama yang memilikinya. Antreannya panjang. Dari subuh. Berebut. Berapa pun harganya.

Baca juga : Minta Komitmen Sebelum Di-OTT

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang sering melihat fenomena itu. Ada yang ingin “menjadi Barat”, ada pula yang ingin ”menjadi Timur Tengah”. Keinginan ini menjadi semacam ideologi.

Mirisnya, kedua kutub itu saling ngeledek. Terlibat pertarungan sengit. Apa pun kasus atau isunya, penyikapannya selalu dalam kacamata “ideologi” itu. Apakah Indonesia sedang dijadikan palagan proxy war? Entahlah.

Baca juga : Obat Covid, Kabar Baik Dan Tanda Tanya

Berbicara mental inlander, kita tidak bisa melupakan pasangannya: kompeni. Mental kompeni senang mengadu domba, devide et impera. Menganggap rakyat bodoh. Menjadikan rakyat sebagai obyek dagang. Memberlakukan rakyat dalam berbagai kelas, termasuk di mata hukum.

Mental kompeni akan menempatkan sekelompok orang sebagai kolaborator untuk berbagai macam kepentingan. Kalau mendapat hadiah atau setoran, bukan dianggap korupsi, tapi rezeki. Seperti Kompeni dapat upeti.

Baca juga : Mencambuk Oposisi

Semoga mental inlander dan kompeni segera hilang dari bumi Indonesia. Kita jadi teringat Gerakan Nasional Revolusi Mental. Bagaimana kabarnya? (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.