Dark/Light Mode

Segera Cari Solusi Naiknya Uang Kuliah

Minggu, 19 Mei 2024 06:20 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau uang semesteran dikeluhkan mahasiswa dan orangtua. Mereka mengeluh. Merasa terbebani. Sayangnya, pejabat Kemendikbud Ristek merespons dengan pernyataan yang dinilai kurang bijak.

Perguruan tinggi, kata pejabat Kemendikbud Ristek, hanya ditujukan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu. Sehingga, mereka harus menanggung biaya lebih agar penyelenggaraan pendidikan memenuhi standar mutu.

“Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi, bukan wajib belajar,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie.

Banyak yang menyebut pernyataan ini melukai perasaan masyarakat. Pernyataan ini dianggap kian menegaskan bahwa pendidikan (tinggi) hanya untuk kelompok berduit, sementara kelompok menengah dan bawah, sulit menjangkaunya.

Baca juga : Bukan Pagar Makan Tanaman

Kenaikan uang kuliah membuat kelompok menengah yang sebelumnya masih bisa “bernafas”, sekarang agak sesak. Apalagi yang kemampuannya di bawah kelas menengah, lebih sulit lagi. Lebih berat.

Ada yang kemudian membandingkannya dengan bantuan sosial (bansos) atau perlindungan sosial. Bansos dan Linsos 2024 misalnya, mencapai Rp 496 triliun, sedangkan anggaran APBN untuk perguruan tinggi “hanya” puluhan triliun.

Keduanya sama-sama penting. Bansos penting, pendidikan (tinggi) juga penting. Semuanya amanat konstitusi, termasuk kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Januari 2024 lalu misalnya, kondisi ini sempat disentil Presiden Jokowi. Presiden kaget karena jumlah penduduk Indonesia yang berpendidikan S2 dan S3 masih sangat rendah.

Baca juga : Bukan Bunker Gelap Dan Hitam

“Rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif masih sangat rendah sekali. Saya kaget kemarin dapat angka ini, saya kaget. Indonesia ada di angka 0,45 persen,” kata Presiden saat memberikan sambutan di acara Forum Rektor Indonesia yang digelar di Surabaya, Senin (15/1/2024).

Presiden kemudian membandingkan dengan beberapa negara tetangga. Indonesia masih kalah jauh. “Negara tetangga kita, Vietnam, Malaysia sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen. Jauh sekali,” ungkap Presiden.

Apakah ini karena prinsip dan sikap yang menganggap bahwa pendidikan tinggi (termasuk S1) sebagai tertiary education, tidak wajib, alias pilihan?

Kondisi ini perlu segera dicari jalan keluar terbaiknya. Untuk semua pihak. Jangan sampai mahalnya pendidikan kian menguatkan anggapan bahwa pendidikan hanya untuk orang berduit. Sementara di sisi lain, perguruan tinggi juga harus bisa menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.

Baca juga : Mencari Booster Anti Korupsi

Semoga ada jalan keluarnya, supaya target dan visi Indonesia Emas 2045 bisa terwujud. Bukan sekadar slogan hampa.

Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka Cetak, Halaman 1 & 8, edisi Minggu, 19 Mei 2024 dengan judul "Segera Cari Solusi Naiknya Uang Kuliah"

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.