Dark/Light Mode

`Membajak Vaksin`

Minggu, 23 Agustus 2020 05:01 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Setelah “memastikan” akan mendapatkan 40 juta vaksin dari perusahaan China, Sinovac, Indonesia tidak boleh kendor. Supaya tidak “masuk angin”. Supaya tidak jadi korban PHP atau harapan palsu. Karena, di tengah perebutan vaksin, bisnis ini paling menggiurkan di dunia, saat ini. Segala kemungkinan bisa saja terjadi.

Amerika Serikat misalnya, menggelorakan “America First” untuk memastikan bahwa rakyat AS akan menjadi prioritas vaksin. Ini memunculkan kekhawatiran bahwa negara-negara berkembang akan mendapat antrean paling belakang.

Indonesia yang tak mau tertinggal sudah “inden” duluan ke Sinovac. Janjinya, November akan dikirim 10 juta pertama. Sampai Maret, dikirim sekitar 40 juta. Kebutuhan Indonesia sekitar 300-an juta.

Tidak tanggung-tanggung. Dua menteri, Menlu dan Menteri BUMN, berangkat ke Sanya, Hainan, China untuk memastikan kerjasama itu.

Baca juga : `Nasionalisme Vaksin`, Bahaya!

Bagaimana setelah penandatanganan kerja sama? Satgas perlu memperkuat timnya dengan tim khusus yang mengawasi dan mengawal vaksinasi ini. Dari hulu sampai ke hilir. Mulai produksi, pengiriman dari China sampai evaluasi setelah suntikan pertama, nanti.

Imunisasi massal yang diharapkan dimulai awal tahun depan, juga perlu dirancang dari sekarang. Mulai dari siapa yang akan diimunisasi pertama sampai distribusinya. Ke seluruh Indonesia.

Saat ini, subyek pengujian vaksin yang dipusatkan di Bandung, Jawa Barat adalah mereka yang berusia 18 sampai 59 tahun. Apakah kelompok usia ini yang nanti akan diprioritaskan? Siapa yang pertama divaksin? Petugas mediskah, penjaga perbatasan, pegawai bandara, laki-laki, perempuan, atau, ada yang lain? Bagaimana dengan mereka yang di luar usia tersebut?

Yang juga tak kalah pentingnya, Indonesia jangan hanya tergantung kepada Sinovac. Karena kebutuhan vaksin Covid 19 mencapai ratusan juta dosis, Indonesia perlu menjalin kerjasama dengan produsen lain.

Baca juga : Berburu Vaksin

Di China, saat ini, selain Sinovac, ada beberapa perusahaan lain yang terdepan dalam pengembangan vaksin.

Transfer teknologi juga penting supaya Indonesia jangan hanya jadi negara konsumen. Perjanjian kerjasama antara Bio Farma (Indonesia) dengan Sinovac, juga menekankan hal ini.

Hanya saja, ini perlu lebih konkret supaya tidak sekadar lip service. Indonesia perlu “merebutnya”, bukan menunggu diberi.

“Saatnya Indonesia membajak momentum krisis pandemi Covid-19,” kata Presiden Jokowi. Dalam kasus Covid-19, aplikasinya dengan “membajak” teknologi dan produksi vaksin Covid 19. Bukan sekadar membeli. Bukan sekadar memakai atau kebagian tugas mengemas vaksin dan mengisinya ke botol-botol kecil. Bukan itu.

Baca juga : Memburu Kambing

Saatnya Indonesia membajak. BNukan dibajak. Saatnya mewujudkan slogan dan tekad yang berusia puluhan tahun: menjadi produsen, bukan konsumen. Sehingga, negara agraris dan maritim kaya ini tidak lagi mengimpor beras, garam, gula, cangkul dan barang-barang “aneh” lainnya.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.