Dark/Light Mode

Sayap-sayap Dan Tukang Bubur

Selasa, 7 September 2021 07:16 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Selama ini, harus diakui, perasaan itu ada. Kalau tidak dituntaskan, perasaan ini bisa berubah menjadi keyakinan bahwa hukum bisa dinego. Bisa dibeli. Seperti membeli sayur atau membeli ayam di pasar.

Perasaan ini sangat berbahaya. Pelanggar hukum bisa merasa, “masih ada kasus yang lebih besar dari saya, toh aman-aman saja”.

Aparat hukum juga bisa punya perasaan serupa, “pejabat lain juga ada yang melakukan hal yang sama, dan baik-baik saja”.

Baca juga : Kereta Cepat Masih Lambat

Ketika perasaan ini tumbuh berjamaah di semua lapisan, dan penegakan hukum dirasa memble, ditambah tidak adanya keteladanan, maka kepercayaan itu akan kian luntur. “Tsunami hukum” bisa terjadi.

Kondisi hukum di Indonesia saat ini pernah digambarkan Menko Polhukam Mahfud MD sebagai kondisi yang kacau balau. Dia menyebutnya sebagai “industri hukum”.

“Merekayasa pasal, buang barang buktinya, dan macam-macam (modusnya). Karena hukum bisa diindustrikan,” kata Mahfud dalam sebuah acara di MK, tahun lalu.

Baca juga : Mengapa Lili Perlu Mundur?

Kasus-kasus seperti Holywings ini menjadi batu ujian, apakah perasaan itu benar atau tidak. Kasus di Kemang atau di Tasikmalaya, bisa mewarnai dan memberi citra dunia hukum di Indonesia. Secara keseluruhan.

Mahfud MD juga tahu itu. Dan, rakyat tak ingin “hanya sekadar tahu”. Tapi, apa langkah konkretnya ke depan. Sebelum nasi menjadi bubur, sebelum “holywings”, sayap-sayap suci kepercayaan rakyat terbang tinggi menjauh, dan sulit kembali.

Rakyat tak pernah lelah menunggu aksi-aksinya. Yang konkret. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.