Dark/Light Mode

Jangan Pesimis Hadapi Krisis

Ekonomi Kita Tahan Banting

Rabu, 20 Juli 2022 07:49 WIB
Pertumbuhan ekonomi/Ilustrasi. (Foto: Istimewa)
Pertumbuhan ekonomi/Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga yakin Indonesia tidak akan terperosok ke dalam resesi. Namun begitu, bukan berarti tidak ada hal buruk yang bisa menimpa ekonomi kita. Karena itu, Sri Mul menegaskan, pihaknya tak akan lengah menghadapi dinamika eksternal. "Semua akan kita lihat. Policy-nya agar guncangan luar itu tidak memengaruhi," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengaku mengkhawatirkan beberapa hal, seperti dampak kenaikan harga pangan dan energi. Kenaikan dua komoditas itu bisa berpotensi menggerus daya beli masyarakat.

Selain itu, Sri Mulyani juga mengkhawatirkan kebijakan moneter Amerika Serikat untuk meredam inflasi. Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, Bank Sentral AS akan lebih agresif dalam menaikan suku bunga. Dampaknya adalah capital outflow alias dolar pulang kampung. "Maka, kita harus memastikan neraca pembayaran kita kuat," ucapnya.

Baca juga : Gerimis Tak Halangi Para Menteri Dan Eks Menteri Olahraga Bareng Di UI

Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menyebut, ekonomi Indonesia memang cukup baik dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Namun, ia minta Pemerintah mewaspadai tingginya inflasi. Kata dia, inflasi tinggi dapat memengaruhi daya beli masyarakat. Padahal, ini adalah komponen terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.

Hal senada disampaikan Direktur Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah. Ia memprediksi, inflasi di Indonesia akan terjaga di kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen secara tahunan, selama pemerintah tidak menaikkan harga pertalite, gas elpiji 3 kg, dan listrik 900 VA. "Kalau subsidinya dikurangi, inflasi akan lebih tinggi di atas 6 persen," kata Piter, kemarin.

Dia melihat, sejauh ini Pemerintah sudah berupaya menjaga inflasi dengan mempertahankan subsidi untuk komoditas energi yang harganya sudah naik di tingkat global, meskipun kebijakan tersebut meningkatkan beban APBN. "Bank Indonesia juga menahan inflasi dengan melakukan pengetatan likuiditas yaitu dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM), walaupun masih menahan suku bunga acuan," katanya.

Baca juga : BUMDesa Mampu Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi Desa Yang Berkeadilan

Sementara, ekonom senior Indef Prof Didik J Rachbini mengingatkan agar Pemerintah jangan lengah. Kata dia, risiko krisis ekonomi dan resesi tetap mengintai, meski kondisi Indonesia berbeda dengan Sri Lanka.

"Potensi resesi krisis dan resesi Indonesia memang ada. Dengan catatan, jika stabilitas politik lebih berat. Jika harga-harga terus naik, rakyat akan protes keras," kata Didik.

Rektor Universitas Paramadina tersebut mengatakan, kondisi fundamental Sri Lanka dan Indonesia memang tidak sama. Karena itu, tak bisa menarik kesimpulan Indonesia akan mengalami krisis seperti Sri Lanka. Namun, jika melihat krisis global sekarang dan Indonesia punya masalah berat seperti sekarang, potensi krisis pasti ada. Potensi akan semakin besar jika stabilitas politik tidak memadai.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.