Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah memprotes kebijakan Uni Eropa yang mengucilkan produk kelapa sawit Indonesia. Hal itu ditegaskan Presiden Jokowi dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Komisi Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Jepang.
Pada pertemuan itu, Jokowi menyampaikan keberatan Indonesia pada kebijakan Anti Deforestasi yang telah dijadikan Undang- Undang oleh Uni Eropa.
“Bahkan, sejak awal pembahasan kebijakan ini menjadi Undang-Undang, Indonesia telah menyampaikan keberatan,” ujar Jokowi dalam keterangannya, Minggu (21/5).
Baca juga : Prabowo: Berkat Jokowi, Indonesia Disegani Negara Lain
Menurut Eks Wali Kota Solo ini, regulasi tersebut menghambat perdagangan Indonesia dengan Eropa. Khususnya pada komoditas kelapa sawit yang selama ini menjadi andalan perdagangan Indonesia. Peraturan itu juga dianggap merugikan petani kecil di dalam negeri.
Jokowi menjelaskan, Indonesia berhasil menekan laju deforestasi hingga 75 persen, meski perdagangan Indonesia terus menerus betumpu pada komoditas kelapa sawit.
Menurutnya, proses benchmarking dengan cut of date mulai 2020 harus betul-betul terbuka dan obyektif.
Baca juga : KAI Pamer Produk Hasil UMKM Binaan Di Ajang Fest on Train 2023
Sebagai informasi, laju deforestasi Indonesia pada 2019- 2020 telah turun 75 persen menjadi 115 ribu hektare. Ini laju terendah sejak 1990 dan terus mengalami penurunan.
Jokowi mengatakan, Indonesia dan Malaysia akan melakukan misi bersama ke Brussels, Belgia, untuk menyampaikan kembali keberatan secara resmi terhadap berbagai regulasi Uni Eropa yang merugikan.
Indonesia akan menyampaikan data konkret yang diharapkan menjadi masukan bagi Uni Eropa, serta dapat dijadikan bahan pembuatan kebijakan yang objektif dan tidak mendiskriminasi komoditas andalan negara lain.
Baca juga : Produksi Plastik Virgin Mau Dikurangi, Industri Petrokimia Terancam
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Presiden Jokowi mengusulkan adanya organisasi tingkat dunia yang menaungi negara penghasil sawit.
Menurutnya, negara yang menghasilkan produk strategis semacam nikel dan sawit, sudah semestinya memiliki naungan seperti Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi atau The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya