Dark/Light Mode

Terancam Capital Inflow, Menkeu Tetap Pede Ekonomi Tumbuh 5%

Sabtu, 7 September 2019 07:00 WIB
Menkeu Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani

RM.id  Rakyat Merdeka - Bank Dunia mewanti-wanti ekonomi Indonesia akan terguncang di akhir tahun akibat perang dagang dan potensi resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).

Kedua faktor tersebut, bakal memicu capital outflow atau keluarnya dana asing yang sangat besar dalam kurun 10 tahun terakhir. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui pihaknya akan terus melihat tren ke depan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. 

Menurutnya, kondisi global saat ini masih terus berubah dan pihaknya bakal terus memperhatikan langkah-langkah yang dilakukan oleh negara-negara besar. 

“Kalau mereka melemah dan melakukan respons, baik fiskal maupun moneter dan langkah perdagangan, itu semua mempengaruhi kondisi di mana kita harus mengelola,” ujarnya di Jakarta kemarin. 

Sri Mulyani menegaskan, bakal terus berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen, menjaga inflasi tetap rendah serta meneruskan pembangunan agar Indonesia tetap menjadi tempat yang menarik untuk investasi. 

Baca juga : Ekspor Makin Letoy, Menkeu Pede Ekonomi Tumbuh Positif

Presiden Jokowi kata Sri Mulyani telah meminta kementerian terkait untuk menye - derhanakan proses perizinan agar investor dapat merealisasikan rencana investasinya menjadi aktivitas investasi yang konkret. 

“Capital pada akhirnya akan mencari tempat. Kalau suatu perekonomian suatu negara sedang goyah maka capital akan mencari tempat yang dianggap aman. Kalau kita Indonesia bisa menunjukkan bahwa kita adalah tempat yang aman dan baik maka mereka akan tetap ke Indonesia,” tuturnya. 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, dana asing selalu mencari tempat yang aman dan nyaman. Jika perekonomian Indonesia dapat dijaga, dirinya meyakini, capital outflow tidak akan terjadi. 

“Capital itu kan pada akhirnya akan mencari tempat. Mereka (investor yang menanamkan investasi) pasti akan cari tempat yang dianggap aman,” jelasnya. 

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, investor masih akan tetap betah menaruh dananya di Indonesia. Apalagi, saat ini gap antara imbal hasil (yield) obligasi Indonesia dengan US Treasury dinilai masih menarik bagi investor. 

“Kalau saya lihat, kan apa yang terjadi di Indonesia marketnya masih oke. Spread masih di atas 5,5 persen ya. Dan juga kita lihat fiskal sangat prudent, jadi masih sangat confident lah,” katanya. 

Baca juga : Semester I, Ekonomi Tumbuh 5,6 Persen

Destry menegaskan, potensi outflow saat ini terjadi di seluruh negara. Hal ini pun hanya bersifat sementara. 

“Itu semua kan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Kemarin kan kita lihat Trump sama China, tiba-tiba sekarang positif lagi gara-gara ‘oh nanti bulan depan ada tradetalk,’ marketnya langsung bergerak positif lagi,” jelasnya. 

Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, Indonesia harusnya tidak terlalu memikirkan current account deficit (CAD) apabila penanaman modal asing yang masuk menghasilkan industri yang berorientasi ekspor. Hingga saat ini, industri yang masuk di Indonesia masih berorientasi pasar domestik. 

“Kalau pasarnya di dalam negeri, bahan baku impor yang naik akan memperburuk struktur ekonomi dalam jangka panjang,” ujarnya. 

Penanaman modal asing (PMA) di Indonesia pun masih tergolong kurang menarik karena adanya berbagai macam hambatan. Indonesia masih belum termasuk dalam global supply chain terutama karena berbelitnya proses perizinan untuk relokasi industri manufaktur. 

Untuk diketahui, dalam laporan berjudul Global Economic Risks and Implications for Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun akibat lemahnya produktivitas dan melambatnya pertumbuhan tenaga kerja. 

Baca juga : Tangkal Hoaks, Menkeu Gandeng Youtuber

Tak hanya itu, melemahnya harga komoditas juga terus menekan perekonomian domestik. Indonesia juga dinilai akan semakin terpuruk karena masih adanya defisit transaksi berjalan. 

Adapun di kuartal II 2019, CAD Indonesia mencapai 8,4 miliar dolar AS atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari kuartal sebelumnya yang hanya 2,6 persen dari PDB. Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019 sebesar 33 miliar dolar AS, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 31 miliar dolar AS. 

Selain itu, investasi asing atau foreign direct investment (FDI) Indonesia hanya 22 miliar dolar AS hingga akhir tahun ini. -Dengan kondisi itu, Bank Dunia menilai, Indonesia membutuhkan dana asing masuk (inflow) minimal 16 miliar dolar AS per tahun untuk menutup gap defisit tersebut. 

“Pembiayaan eksternal yang dibutuhkan bisa lebih banyak jika capital outflow yang diprediksi benar-benar terjadi,” tulisnya. [KPJ]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.