Dark/Light Mode

Elektrifikasi Pertanian: Akankah Memperburuk Krisis Iklim?

Jumat, 19 April 2024 14:37 WIB
Ilustrasi elektrifikasi pertanian dan krisis iklim (Sumber: solardirectory.com.au)
Ilustrasi elektrifikasi pertanian dan krisis iklim (Sumber: solardirectory.com.au)

Pada tahun 2020 lalu PT. PLN (Persero) telah menginisiasi gebrakan baru melalui Program Electrifying Agriculture (EA). EA merupakan terobosan dari PLN yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional melalui penggunaan teknologi berbasis listrik di bidang agrikultur, seperti pertanian, perikanan, perkebunan, serta peternakan guna meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia. Direktur Utama PT. PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa program ini merupakan upaya untuk mendorong modernisasi pertanian sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan memangkas biaya operasional yang harus dikeluarkan petani.

Ilyas Suprapta, salah seorang anggota Kelompok Tani (Poktan) Bawang Merah Ngudi Makmur di Kabupaten Bantul, mengaku berhasil melakukan efisiensi biaya operasional hingga 90% sejak beralih menggunakan listrik untuk mengairi ladangnya dari tahun 2022. Sebelumnya, ia dan para petani di wilayah tersebut menggunakan diesel berbahan bakar minyak (BBM) untuk mengairi ladang. Dalam sekali penyiraman diperlukan sekitar 1,5 hingga 2 liter BBM per seribu meter lahan dan jika dirupiahkan akan menelan biaya Rp20.000 untuk jarak satu meter lahan. 

Hingga tahun 2023, terdapat setidaknya 6.167 petani di 197 lokasi yang turut memanfaatkan program ini. Dalam siaran pers yang terbit pada Agustus 2023 di laman web resminya, PLN menyatakan bahwa program tersebut telah berhasil meningkatkan waktu panen rata-rata sekitar 30 hari dengan total produksi panen sebanyak 21.843 ton. Dengan ini, EA tidak hanya berhasil mengoperasikan lahan pertanian seluas 1.654.405 hektare tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja berjumlah 3.121 orang. 

Darmawan Prasodjo mengklaim bahwa program ini sukses menghemat konsumsi BBM guna menekan emisi karbon dari sektor pertanian. Padahal, Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), menyatakan bahwa pada semester pertama tahun 2023, kapasitas pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) masih senilai 15% dari total pembangkit listrik di Indonesia. Nilai ini hanya memasok sekitar 12,7 gigawatt (GW) dari total pembangkit listrik sebanyak 84,8 GW. 

Baca juga : Neraca Perdagangan RI Kembali Surplus

Berdasarkan Climate Transparency Report: Comparing G20 Climate Action 2022, sebanyak 71% energi listrik di Indonesia masih dipasok dari bahan bakar fosil. Komponen bahan bakar fosil terbesar berasal dari minyak (30%), disusul batu bara (29%), dan gas fosil (11%). Hanya 23% saja yang bersumber dari EBT. Nilai ini sangat jauh tertinggal dibanding Norwegia yang telah mencapai 99% produksi listrik bersumber dari energi ramah lingkungan. 

Dampak utama penggunaan bahan bakar fosil adalah peningkatan volume emisi gas rumah kaca yang berakibat pada peningkatan suhu global. Peningkatan suhu global bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan iklim yang berdampak langsung pada sektor pertanian tanaman pangan dan holtikultura. Sumastuti et al. (2016) menegaskan bahwa banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu (OPT) merupakan tiga dampak umum dari perubahan iklim. Ia menganalisis kerugian akibat gagal panen di daerah Jawa Tengah. Pada tahun 2014, kerugian akibat gagal panen disebabkan banjir adalah sebanyak 14.230 hektare. Sedangkan kerugian akibat gagal panen disebakan kekeringan adalah sebanyak 44.777 hektare. Diikuti kerugian tanaman akibat serangan OPT sebanyak 70.392 hektare. Data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa dari periode Januari hingga 20 Februari 2023 terdapat 2.101 hektare sawah terdampak banjir. Sebanyak 186 hektare sawah di antaranya dipastikan gagal panen. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2024, di Desa Karangrowo, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, banjir merendam lahan padi seluas 2.645 hektare mengakibatkan gagal panen.

Perubahan iklim juga telah menjadi tantangan kesehatan global terbesar di abad ke-21 karena mempengaruhi lingkungan fisik dan ekosistem serta interaksinya dengan manusia. Perubahan iklim bertanggung jawab atas 400.000 kematian tambahan setiap tahunnya dan diperkirakan akan berkontribusi terhadap 700.000 kematian tahunan pada tahun 2030 (Zhao et al., 2022). Penelitian ini turut memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al. (2019) sebelumnya yang menyatakan bahwa gelombang panas dapat meningkatkan angka kematian penyakit kardiovaskular dan pernapasan.

Di Indonesia sendiri pada tahun 2022 emisi gas rumah kaca mencapai 11,24 gigaton setara karbon dioksida (GtCO2e), menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ke-7 di dunia menurut European Commission. Dalam rangka memutus pertumbuhan emisi gas rumah kaca dan elektrifikasi energi terbarukan, serta menjaga ketahanan pangan maka mengeksplorasi potensi geografis negeri perlu menjadi langkah yang didukung penuh oleh pemerintah. 

Baca juga : Haidar Alwi Institute Pertanyakan Motif Kampus Kritik Jokowi

Mengingat Indonesia berada pada daerah garis khatulistiwa yang memungkinkan matahari bersinar sepanjang tahun di hampir seluruh wilayah tanah air. Jatmiko (2011) menjabarkan bahwa dalam kondisi posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di permukaan panel surya di Indonesia seluas satu meter persegi akan mampu mencapai 900 hingga 1.000 watt. Bahkan, total intensitas penyinaran per harinya mampu mencapai 4.500 watt hour per meter persegi yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari.

Sebenarnya panel surya bukan merupakan hal baru di Indonesia baik jika ditinjau dari sektor energi maupun pertanian. Bahkan, lahan sawah milik petani di Desa Krincing, suatu desa terpencil di Pulau Jawa, telah menggunakan pompa listrik bertenaga surya untuk pengairan. Fera, seorang petani di desa tersebut, menyampaikan bahwa produksi padi meningkat dari 2,7 ton menjadi hampir 5 ton dengan luas lahan 1.250 meter persegi. 

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Imad Ibrik (2020) yang menganalisis dampak penggunaan sistem solar photovoltaic (PV) di daerah pedesaan tepi barat, Palestina. Ia menyimpulkan bahwa sistem PV secara efektif meminimalkan ketergantungan terhadap bahan bakar diesel dan sumber listrik konvensional. Studi kasus yang dilakukannya menunjukkan bahwa total biaya pemasangan, pengoperasian, dan penggantian sistem solar PV lebih rendah dibandingkan biaya menggunakan mesin diesel. 

Morchid et al. (2024) telah mengembangkan konsep smart irrigation menggunakan sistem Internet of Things (IoT). Teknologi ini memungkinkan petani mengetahui kondisi tanaman dengan mengamati data yang dapat diakses melalui telepon seluler di mana saja secara real time. IoT memudahkan petani mengakses tingkat kelembapan udara, temperatur, dan juga kadar air. Melalui implementasi ini konsumsi air untuk irigasi lahan berhasil diminimalisir hingga 70%. Kemampuan ini memungkinkan pengairan tanaman yang lebih tepat dan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi.

Baca juga : Universitas Trilogi Kukuhkan Misi Ciptakan Wirausaha Berbasis Teknologi

Melalui aplikasi sistem smart agriculture berbasis IoT yang bertenagakan energi terbarukan berupa panas radiasi matahari artinya petani dapat turut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, menekan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan, dan berkontribusi aktif dalam pencegahan perubahan iklim yang semakin parah. Hal ini dengan tegas membantah bahwa elektrifikasi pertanian dapat memperburuk krisis iklim global. Elektrifikasi pertanian dengan bersumber pada energi terbarukan tidak hanya menguntungkan bagi lingkungan tetapi juga bagi petani karena dapat memangkas biaya operasional pertanian serta menciptakan kemandirian energi. Perpaduan konsep energi terbarukan dan smart agriculture bukan hanya akan menyejahterakan petani tetapi juga akan menunjang ketahanan pangan di Indonesia.

Lady Dayanti
Lady Dayanti
Lady Dayanti

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.