Dark/Light Mode

Kalau Membahayakan Dan Merusak Jalan

Grab Wheels Layak Dilarang

Rabu, 27 November 2019 07:48 WIB
Kalau Membahayakan Dan Merusak Jalan Grab Wheels Layak Dilarang

RM.id  Rakyat Merdeka - Keberadaan otoped bertenaga listrik milik Grab atau dikenal Grab Wheels atau skuter, tengah digemari masyarakat. Namun, belakangan menjadi polemik karena berbagai alasan.

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai, Grab Wheels perlu dilarang jika mengganggu dan merusak fasilitas.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, keberadaan Grab Wheels digemari karena menjadi sarana hiburan maupun alternatif bertransportasi.

Namun, kebera daannya memang perlu diikat regulasi. Peraturan dianggap penting demi mencegah potensi timbulnya korban seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

“Otoped listrik cukup diminati khususnya anak-anak muda. Harga sewa terjangkau dan bisa menjadi hiburan baru. Namun, kehadiran otoped listrik ini menjadi polemik setelah dua pengguna meninggal setelah ditabrak mobil,” papar Djoko kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebab itu, dia mendukung lahirnya regulasi dari pemerintah. Adanya aturan, lanjut Djoko, untuk melindungi pengguna Grab Wheels.

Baca juga : Kemenhub-BAIS TNI Kerja Sama Pengawasan dan Pengamanan Pelayaran

Menurutnya, kendaraan apapun yang beroperasi di jalan umum entah bertenaga listrik atau BBM, perlu dibuat regulasinya. “Regulasi itu ada, juga untuk melindungi keselamatan penggunanya,” tegasnya.

Jika dianggap berbahaya seperti beredar di Jalan Jenderal Sudirman dan Kawasan Stasiun Gambir, atau berpotensi merusak fasilitas, maka layak untuk dilarang. Begitu juga jika berpotensi merusak area, maka dilarang beredar di area tersebut.

Seperti beredar di lantai Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan trotoar. Fasilitas tersebut sebetulnya memang dirancang untuk pejalan kaki, bukan kendaraan jenis otoped listrik.

Dia bilang, larangan berkendara otoped listrik yang melintas di sekitaran tertentu tidak hanya ada di Indonesia. “Di Paris dan Singapura itu otoped listrik dilarang di trotoar, karena trotoar di kedua kota itu dipenuhi pejalan kaki. Pelarangan penting dilakukan karena jika tidak, akan mengganggu pejalan kaki,” katanya.

Menurutnya, regulasi memang membutuhkan kejelasan spesifik. Seperti wilayah operasional, batasan jumlah penumpang, batasan usia, batasan kecepatan yang diizinkan, perlengkapan atau atribut keselamatan yang harus dikenakan.

“Beroperasi di kawasan tertentu bertujuan agar keselamatan terjaga dan pihak penyedia dapat mudah memantau pengendaranya,” katanya.

Baca juga : Jelang Laga Lawan Malaysia, Garuda Jalani Latihan Ringan

Djoko bilang, silakan saja otoped listrik ber operasi tapi di pedestrian dengan lebar yang diperbolehkan. Karena tidak semua pedestrian bisa dilewati otoped listrik, terutama yang lebarnya kurang dari tiga meter. Jika tidak berjalan di tempat yang semestinya, maka perlu ditindak tegas bahkan tidak boleh beredar.

“Apabila dibolehkan beredar lewat jalur sepeda atau jalur lain, harus yang steril dari kendaraan bermotor. Tentunya, jalur sepeda yang terjamin keselamatan dan kea ma nan untuk dilewati. Jalur sepeda pun harus yang benar-benar terpisah secara fisik,” paparnya.

Untuk diperbolehkan beredar di Ibu Kota, memang harus ditentukan wilayahnya agar tidak mengancam si pengguna ataupun mengganggu pejalan kaki. Selain itu, pengguna otoped listrik wajib memahami aturan yang berlaku. Jika mau mengikuti negara maju, dia memandang penggunaan transportasi otoped diikat oleh aturan yang ketat.

Seperti di Perancis, ada aturan melarang pengendara di bawah usia 12 tahun. Pengguna tidak boleh naik di trotoar, kecuali di area yang sudah ditentukan; kecepatan otoped listrik dibatasi.

“Tidak boleh sambil bermain smartphone. Otoped listrik juga dilarang sepenuhnya di jalan negara; pelanggar yang melanggar batas kecepatan akan dihukum denda mulai 135 Euro hingga 1.500 euro atau sekitar Rp 2,09 juta sampai Rp 23 juta,” terang Djoko.

Polda Metro Jaya dan Kementerian Perhubungan DKI Jakarta telah melarang skuter listrik beroperasi di jalan raya mulai Senin (25/11). Kebijakan ini dikeluarkan menyusul peristiwa tewasnya dua pengguna Grab Wheels yang ditabrak mobil pada Minggu dini hari (10/11).

Baca juga : Rawan Kecelakaan, DPR Minta Polisi Tertibkan GrabWheels

“Pertama, operator wajib beroperasi hanya di kawasan khusus atau tertentu, setelah mendapatkan izin dari pengelola kawasan. Selanjutnya untuk operasional di jalan raya, itu tidak diperbolehkan,” kata Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo.

Sedangkan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Yusuf menuturkan, skuter listrik hanya boleh beroperasi di tempat-tempat yang sudah mendapatkan izin. “Jadi hanya di kawasan tertentu. Dan tentu sudah mendapat izin dari yang punya kawasan. Salah satu contoh misalnya kawasan GBK, mungkin di mall, bandara atau di tempat lain yang tidak mengganggu terhadap pengguna jalan lain. Terutama di jalan umum, Itu yang sudah menjadi kesepakatan kita,” ucap Yusuf.

Grab Indonesia menegaskan untuk mendukung kebijakan pemerintah. Head of Public Affair Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno mengatakan, telah memberlakukan sanksi denda Rp 300 ribu bagi pengguna Grabwheels yang melanggar aturan.

“Akan didenda dan akun mereka juga akan ditangguhkan (di-suspend),” kata Tri di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Tri memaparkan, jenis pelanggaran yang bisa membuat pengguna didenda. Di antaranya mulai dari tidak menggunakan helm, pengguna di bawah umur, hingga menaiki jembatan penyeberangan orang. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :