Dark/Light Mode

Harga CPO Lagi Anjlok, Stop Dulu Pungutan Ekspor

Sabtu, 17 November 2018 18:02 WIB
Menko Perekonomian Darmin Nasution (Foto: Twitter @PerekonomianRI).
Menko Perekonomian Darmin Nasution (Foto: Twitter @PerekonomianRI).

RM.id  Rakyat Merdeka - Harga Crude Palm Oil (CPO) terus anjlok. Pemerintah diminta menghentikan sementara pungutan ekspor CPO, untuk memperbaiki harga dan mendongkrak ekspor. Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, perlu kebijakan yang efektif untuk mengembalikan harga CPO ke level yang lebih tinggi. “Salah satunya bisa dengan menunda sementara pungutan ekspor CPO,” ujarnya.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang September 2018, harga CPO bergerak di kisaran 517.50 - 570 dolar AS per metrik ton dengan harga rata-rata 546.90 dolar AS per metrik ton. Ini merupakan harga terendah yang dibukukan sejak Januari 2016. Menurut Ahmad, moratorium pungutan ekspor CPO merupakan kebijakan yang situasional. “Kebijakan pungutan ekspor memang baik untuk hilirisasi. Namun, sejauh ini, sawit sudah menjadi komoditas ekspor yang cukup lama, sehingga pasar ekspornya harus dijaga dengan merelaksasi kebijakan pungutannya,” tegasnya.

Baca juga : Darmin Cs Obral Insentif

Pelaku industri dan pemerintah juga bisa memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China untuk menggenjot ekspor. “Indonesia bisa masuk pasar China. Lalu pasar India, kita juga bisa menggenjot ekspor ke sana,” tuturnya. Ahmad menyarankan pemerintah agar membangun tangki timbun untuk menampung sawit yang belum terserap. “Itu kalau sawitnya sudah banyak. Supaya tidak dijual murah, bisa simpan dulu di tangki timbun. Kalau harga sudah naik, nanti bisa dijual,” katanya. Ahmad menambahkan, program biodiesel 20 (B20) juga bisa menjadi alternatif untuk menggenjot konsumsi CPO di dalam negeri. Dengan terserap banyak di dalam negeri, secara otomatis harga CPO akan naik. “Intinya, pemerintah harus bisa menggenjot konsumsi sawit,” tukasnya.

Berdasarkan penelitian dan simulasi yang dilakukan Indef, penurunan pungutan ekspor berpotensi menggenjot ekspor CPO lebih tinggi. Dengan pungutan ekspor diturunkan 30 persen menjadi 35 dolar AS per ton, maka akan ada kenaikan ekspor CPO sebesar 4,64 persen. Ketua Umum Serikat Petani Kepala Sawit (SPKS) Mansuetus Darto juga meminta pemerintah untuk menghentikan sementara pungutan ekspor CPO.

Baca juga : Lion Dibenci, Juga Dicintai (Pemerintah)

Pasalnya, harga CPO internasional yang rendah telah mengakibatkan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani ikut turun. Darto menjelaskan, petani sawit sedang menghadapi situasi sulit saat ini, di mana banyak pabrik tidak lagi membeli TBS petani karena harga CPO turun. “Pengusaha enggan menjual CPO-nya hingga menunggu harga bagus,” katanya.  Menurutnya, pungutan ekspor sebesar 50 dolar AS per ton cukup berat. Pasalnya, harga CPO lokal terus mengalami penurunan dan berdampak pada turunnya harga TBS petani.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang besaran pungutan ekspor produk minyak sawit dan turunannya. “Kami sedang mengkaji pungutan sawit, tapi belum di posisi final. Indonesia ini penentu harga. Jadi kami harus berhitung hati-hati karena bisa saja harga (CPO) malah turun,” terang Darmin. Menurutnya, stok minyak sawit di dalam negeri saat ini mencapai 5 juta ton. Ia memperkirakan stok tersebut harus turun ke kisaran 2 juta ton, agar harga CPO terangkat. “Ini butuh waktu, bukan main sulap,” kata dia.

Baca juga : BRI Maksimalkan E-Channel Kelola Pajak Samsat Online

Kebijakan pungutan ekspor tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2018. Di situ, pemerintah mengenakan pungutan ekspor sawit atau CPO sebesar 50 dolar AS per ton, komoditas minyak sawit RBD (Refined, Bleached, and Deodorized) sebesar 30 dolar AS per ton, dan minyak goreng kemasan 20 dolar AS per ton. [ASI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.