Dark/Light Mode

Pemerintah Naikin Tarif Cukai Hasil Tembakau 12,5 Persen

Kurangi Konsumsi, Harga Rokok Bakal Nggak Terbeli

Jumat, 11 Desember 2020 06:35 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani  (Foto: Istimewa)
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah menetapkan kebijakan baru terkait cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar 12,5 persen pada tahun 2021. Kenaikan cukai hasil tembakau ini diharapkan mampu mengendalikan konsumsi rokok.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berharap dapat menurunkan prevalensi merokok pada anak-anak dan perempuan.

“Prevalensi secara umum turun dari 33,8 persen menjadi 33,2 persen pada tahun 2021. Untuk anak usia 10-18 tahun akan tetap diupayakan diturunkan sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani, dalam keterangan pers secara virtual, kemarin.

Adapun, targetnya, yaitu menurunkan dari level prevalensi 9,1 persen ke 8,7 persen pada 2024.

Menurut Ani, kenaikan cukai hasil tembakau ini akan menyebabkan rokok lebih mahal atau indeks keterjangkauannya naik dari 12,2 persen menjadi 13,7 - 14 persen. “Sehingga (rokok) makin tidak dapat terbeli,” imbuhnya.

Baca juga : KSP: Pemerintah Komitmen Penuhi Hak Kesehatan Dan Hak Ekonomi Publik

Untuk diketahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot. Pengumuman kenaikan tarif cukai yang biasanya dilakukan di akhir Oktober pun molor hingga awal Desember ini.

Menurut Ani, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19. Sehingga pemerintah perlu menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.

“Dalam hal ini kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan, di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian yang terdampak Covid-19. Terutama kelompok pekerja dan petani,” jelasnya. 

Kendati begitu, kata Ani, untuk kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif cukai.

Itu terjadi lantaran industri tersebut termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh.

Baca juga : Rp 400 M Dibagikan Buat Keluarga Nakes Yang Gugur

“Artinya, kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok akan berlaku 1 Februari 2021. Hal itu untuk memberikan waktu penyesuaian pada jajaran Bea Cukai dan dunia usaha dalam pelekatan pita cukai pada Desember 2020 dan Januari 2021.

Sementara, peraturan mengenai kebijakan tarif cukai sedang diharmonisasi dan akan segera diundangkan. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok wajar dilakukan untuk mengendalikan produk-produk yang dianggap berbahaya dan tidak sehat.

Kendati begitu, kata Piter, kenaikan cukai rokok tidak efektif mengurangi jumlah perokok.

Baca juga : Tolak Rencana Kenaikan Cukai, Petani Tembakau Mau Aksi Sampai Nginap Di Jakarta

“Cukai rokok untuk mengurangi rokok tapi tidak pernah bisa mengurangi konsumsinya. Artinya, kenaikan itu diterima oleh masyarakat,” ujarnya.

Piter melihat, kenaikan tarif cukai rokok di Indonesia bukan lagi untuk mengendalikan tapi lebih untuk meningkatkan penerimaan negara. Apalagi, penerimaan pajak akibat pandemi ini turun drastis.

Dia khawatir, kenaikan tarif cukai rokok akan mengerek inflasi. Karena daya beli masyarakat untuk barang-barang non-rokok akan mengalami penurunan.

“Kenaikan cukai ini akan menaikkan harga rokok dan menaikan inflasi. Otomatis, mengurangi daya beli masyarakat,” ucapnya. [NOV/KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.