Dark/Light Mode

Urus Ancaman Krisis Pangan

Jokowi, Sedia Payung Sebelum Hujan

Selasa, 19 Juli 2022 08:15 WIB
Presiden Jokowi memimpin Rapat Terbatas terkait Pengelolaan Produk Turunan Kelapa Sawit di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. (Foto: Setkab)
Presiden Jokowi memimpin Rapat Terbatas terkait Pengelolaan Produk Turunan Kelapa Sawit di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. (Foto: Setkab)

 Sebelumnya 
Teten bilang, industri migor merah ini sebenarnya sudah ada di Indonesi. Tapi pasarnya belum terbentuk. Karena itu, industri ini perlu di-piloting terlebih dahulu.

"Ya karena Pak Presiden ingin ada piloting dulu karena market minyak makan merah ini kan masih belum terbentuk karena udah terlanjur minyak goreng yang bening ya," terangnya.

Ia meyakini, jika industri minyak makan merah ini jalan, maka bisa jadi solusi bagi petani yang selama ini sangat tergantung pada penjualan tandan buah segar (TBS). Dimana belakangan ini harganya anjlok.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan bahwa dalam ratas kemarin, Presiden memberikan arahan untuk mempersiapkan strategi khusus di 2023 menghadapi krisis pangan dan energi ini.

Baca juga : Mega Waswas

Sejauh ini, menurutnya fundamental ekonomi Indonesia masih relatif kuat. Inflasi 4,2 persen, lalu pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen.

"Negara lain, Eropa rata-rata (inflasi) delapan persen, Amerika Serikat 9,2 persen, kemudian tentu kita lihat dana pihak ketiga di atas 10 persen, pertumbuhan kredit di atas sembilan persen jadi relatif ekonomi Indonesia bergerak," sambungnya.

Sebelumnya, soal krisis pangan dan energi jadi isu sentral di pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ketiga (3rd FMCBG) G20 di Bali akhir pekan lalu. Menkeu Sri Mulyani mewanti-wanti negara G20 dan lembaga internasional melakukan aksi konkret, agar jumlah orang kelaparan dunia tidak semakin membengkak. Saat ini ada 276 juta orang mengalami kerawanan pangan, sebagaimana laporan Program Pangan Dunia (the World Food Program-WFP).

Ekonom Piter Abdullah menilai pemerintah sudah berhitung dengan cermat dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan energi ini. Ia meyakini Indonesia tidak akan terdampak parah.

Baca juga : Petani Sawit Kirim Surat Terbuka Ke Jokowi, Minta Hapus Pungutan Ekspor

"Kita relatif agak cukup, tapi enggak ada jaminan kontinyu," kata Piter tadi malam.

Ia juga mengapresiasi langkah cantik Jokowi yang melakukan diplomasi pangan dengan dua negara yang tengah berperang, yakni Rusia dan Ukraina. Di satu sisi, Indonesia tergantung pasokan gandum dari Ukraina. Di sisi lain, Rusia juga punya peran penting dalam penyediaan bahan baku pupuk Indonesia.

Ia berharap upaya tersebut tak berhenti di Rusia dan Ukraina, tapi juga negara pemasok pangan lain seperti Brasil, India hingga Amerika. Sebab pangan Indonesia seperti daging, kedelai, bawang putih dan lainnya masih tergantung dari negara lain.

"Tapi kalau ekspor itu terlalu berlebihan, karena kita termasuk dari sisi ketahanan pangan tidak kuat," pungkasnya.

Baca juga : RI Nggak Bakal Seperti Sri Lanka

Untuk diketahui, perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung selesai, menimbulkan kekhawatiran bagi dunia. Krisis pangan dan energi jadi ancaman serius yang akan melanda dunia. Dampaknya sangat mengerikan. Ratusan juta orang di dunia terancam kelaparan. Banyak negara juga terancam bangkrut akibat krisis ini.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.