Dark/Light Mode

27 Ribu Aplikasi Pemerintah Diintegrasikan

Jokowi Luncurkan Jalan Tol Digital Layanan Publik

Selasa, 28 Mei 2024 08:26 WIB
Presiden Jokowi. (Foto: Instagram Jokowi)
Presiden Jokowi. (Foto: Instagram Jokowi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di sisa akhir jabatannya, Presiden Jokowi membuat terobosan baru dalam bidang layanan publik. Jokowi meluncurkan jalan tol digital yang diberi nama INA Digital. Dengan INA Digital, maka 27 ribu aplikasi pemerintah yang selama ini jalan sendiri-sendiri dan menelan banyak anggaran, bisa diintegrasikan. 

INA Digital ini resmi diluncurkan Jokowi, di Istana Negara, Jakarta. Senin (27/5/2024) pagi. Kegiatan yang bertajuk peluncuran teknologi pemerintahan (Government Technology/GovTech) Indonesia diresmikan dalam acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024. 

Tampak hadir Wapres Ma'ruf Amin, Menteri PAN/RB Abdullah Azwar Anas, Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Hadi Tjahjanto, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Mendagri Tito Karnavian. 

Selain itu, hadir juga Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Mendikbudristek Nadiem Makarim, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala BPKP M Yusuf Ateh.

Sebelum meresmikan, Jokowi yang mengenakan batik coklat lengan panjang, menyampaikan dulu pidato singkatnya. Dalam pidato selama 10 menit ini, Jokowi mengkritik pelayanan publik yang dilakukan oleh kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah. 

"Saya ingin menekankan kembali bahwa kehadiran birokasi itu harusnya melayani. Bukan mempersulit dan bukan memperlambat. Artinya, tolok ukur kesuksesan pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat, manfaat yang diterima masyarakat, dan kemudahan urusan masyarakat," kata Jokowi, membuka pidatonya. 

Menurut Jokowi, pelayanan publik yang dibuat pemerintah terlalu berbelit-belit dan jalan sendiri-sendiri. Tiap tahun, kementerian, lembaga, hingga Pemda, berlomba-lomba membuat aplikasi dengan dalih pelayanan publik. Akibatnya, aplikasi-aplikasi yang dibuat terus bertambah dan menyedot duit negara. Sementara layanan publik makin tidak efisien. 

"Bagaimana bisa lebih mudah kalau di kementerian/lembaga dan Pemda ini ada 27 ribu aplikasi dan semuanya berjalan sendiri-sendiri. Yang kerjanya juga sendiri-sendiri," tegas mantan Wali Kota Solo itu. 

Baca juga : Indonesia Berupaya Pangkas Kesenjangan Ekonomi Digital

Padahal, belanja digital untuk membuat aplikasi di lingkungan kementerian, lembaga, dan Pemda habiskan anggaran yang besar. "Kemarin kita cek waktu bikin anggaran ada Rp 6,2 triliun yang akan dipakai untuk membikin aplikasi baru. Di satu kementerian ada lebih dari 500 aplikasi. Bayangkan," seru Jokowi. 

Menurut Jokowi, hal itu terjadi karena pola lama yang selama ini dianut: ganti menteri, ganti aplikasi. Ganti dirjen, ganti aplikasi. Di daerah juga begitu, ganti gubernur, ganti aplikasi. Ganti kepala dinas, ganti aplikasi. 

"Orientasinya selalu proyek. Ini yang kita hentikan. Tidak boleh diteruskan," tegas Jokowi. 

Padahal, diakui Jokowi, kehadiran ribuan aplikasi tidak menjamin pelayanan publik menjadi lebih mudah dan cepat. Justru malah membuat digitalisasi pelayanan publik menjadi semerawut. 

"27.000 aplikasi apakah mempermudah, mempercepat, nggak. Tidak terintegrasi dan bahkan justru malah tumpang tindih," tegas Jokowi. 

Karena itu, Jokowi memerintahkan, mulai tahun ini tidak ada lagi aplikasi baru yang dirilis kementerian/lembaga dan Pemda. "Sudah saya sampaikan di Januari yang lalu, mulai tahun ini berhenti membuat aplikasi yang baru, berhenti membikin platform-platform baru. Setop. Karena tadi 27.000 aplikasi yang ada," tegas Jokowi. 

Presiden tidak bisa membayangkan bagaimana bingungnya masyarakat ketika menghadapi perubahan dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Sebab, masyarakat harus kembali mengisi data pribadi ketika mendapati aplikasi baru. "Instal lagi, isi data lagi, ruwet, ruwet. Dan ini lah yang harus kita stop," tekan Presiden. 

Agar semerawutnya layanan digital tidak terus terjadi, eks Gubernur DKI Jakarta itu membuat terobosan baru dengan meluncurkan INA Digital. INA Digital ini akan mengakselerasi integrasi sistem layanan digital di sejumlah layanan prioritas. 

Baca juga : Tunggu Pelantikan Presiden

"Di situ ada layanan pendidikan, layanan kesehatan, ada layanan izin usaha, ada perpajakan, dan lain-lainnya. Memang ini adalah tahap awal kita memulai. Namun, nggak apa, saya kira migrasinya memang harus bertahap, yang penting dimulai dulu. ASN-nya, ASN digitalnya juga disiapkan," imbuh Jokowi. 

Presiden pun menginstruksikan jajaran Pemerintah Pusat dan Daerah untuk bersama-sama melakukan integrasi dan interoperabilitas aplikasi dan data. Sebab, ditegaskan Jokowi, negara tidak akan maju jika Pemerintah masih menggunakan praktik-praktik lama yang menghambat efisiensi. 

"Nggak akan maju kita kalau kita masih egosentrik, itu kita pelihara. Jadi sekali lagi, tinggalkan praktik-praktik lama, tinggalkan mindset-mindset lama," ajak Jokowi. 

Sementara, Menpan RB Azwar Anas menjelaskan INA Digital yang baru saja diluncurkan Jokowi. Kata Anas, INA Digital ini bukanlah aplikasi, tapi portal dan sistem yang menginteroperabilitaskan aplikasi sehingga dapat mengefisiensi dana pengembangan digital. 

"Manfaat yang didapat bukan cuma cepat dan transparan, tapi ada murahnya juga. Meskipun nilai penghematannya masih dihitung," aku Anas. 

Selain itu, INA Digital juga membuat penghematan 30 persen tenaga teknis nasional. "Dari total ASN kita ke depan akan menghemat tenaga teknis nasional kurang lebih 30 persen, itu baru dari sisi tenaga belum efisiensi dari bandwidth, dan seterusnya," beber politisi PDIP itu. 

Azwar mengaku, terobosan ini merupakan arahan dari Jokowi yang tidak menginginkan adanya aplikasi baru di kementerian, lembaga, hingga Pemda. "INA Digital akan menjadi badan yang menginteroprablitaskan dan ini bukan aplikasi baru. INA Digital bukan platform juga bukan aplikasi," terang Azwar.

Menteri BUMN Erick Thohir memastikan layanan digital melalui GovTech mudah digunakan, dan tidak bikin ruwet. Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional, BUMN Peruri mendapat penugasan Pemerintah menjadi penyelenggara SPBE atau GovTech Indonesia. 

Baca juga : PAN Tak Gentar Hadapi Ahok

Lewat GovTech, Kementerian BUMN dan Peruri berupaya mengakselerasi transformasi digital dan memberikan layanan publik Pemerintah yang terpadu, solutif dan transparan. 

"Kita coba memastikan, mengedepankan bahwa 'friendly user', jadi 'user friendly' yang memudahkan untuk masyarakat bisa melakukan sistem GovTech ini tanpa komplikasi yang rumit," kata Erick. 

Govtech adalah integrasi layanan publik dari tujuh kementerian yang dikembangkan oleh Peruri. Kehadiran Govtech dibantu oleh 400 talenta unggul BUMN maupun swasta. 

"Karena Bu Menkeu (Sri Mulyani) selalu bilang semua harus terukur, transparan agar semua program yang Bapak (Presiden) luncurkan sebagai pimpinan negara bisa tepat sasaran, dan tidak perlu dipertanyakan dan diperdebatkan lagi di kemudian hari," jelas Erick. 

GovTech Indonesia, kata Erick, tidak hanya mengintegrasi infrastruktur layanan berbagai kementerian melalui aplikasi, tetapi juga memiliki pusat data dan government cloud. 

"Salah satu wujud percepatan dari layanan integrasi GovTech adalah integrasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) dan IKD sebagai 'single sign on' untuk segala urusan pelayanan publik," pungkas Ketua Umum PSSI itu. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.