Dark/Light Mode

Permohonan Amnesti Saiful Mahdi

Mahfud MD: Pemerintah Utamakan Restorative Justice

Rabu, 22 September 2021 06:54 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (Foto: Ist)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah punya semangat bahwa hukum harus menjadi alat membangun harmoni dan ketenangan di masyarakat. Hukum jangan sampai bikin gaduh dan bikin susah masyarakat.

Karena itu, pemerintah mengeluarkan restorative justice. Demikian disampaikan Menko Polhukam saat berdialog membahas permohonan amnesti untuk Saiful Mahdi, dengan Istri dari Saiful Mahdi, Dian Rubianty, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra, dan Damar Juniarto dari Safenet. Hadir pula sejumlah akademisi, yaitu Zainal Arifin Mochtar (UGM), Herlambang (Unair) dan Ni’matul Huda (UII).

Dialog berlangsung secara daring pada Selasa (21/9). Menko Polhukam didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy OS Hiariej, Para Staf Khusus, dan Deputi Bidang Penegakan Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo.

Pada dialog tersebut, Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa ada problem dengan stuktur penegakan hukum UU ITE. Sedangkan Dian Rubianty mengatakan bahwa suaminya tidak kunjung selesai dihukum. Ia kini sudah 18 hari di Lapas dan meskipun Lapas sudah setuju memfasilitasi mengajar, nama Saiful Mahdi sudah dihapus dan tidak lagi terdaftar sebagai pengajar di Universitas Syah Kuala, Aceh. 

Baca juga : Buruh Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan Cukai Tembakau

Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra memaparkan perlakuan yang menurutnya tidak adil. Sejak dari awal Saiful Mahdi diproses dan dilaporkan ke Kepolisian dan dalam persidangan.

Padahal menurutnya, yang dikritik bukan orang dan pribadi, namun kritik protes atas kejanggalan. "Dan ini dalam rangka mencari kebenaran sebagaimana insan akademis," ujar Syahrul.

Sedangkan Damar Juniarto dari Safenet mengulas beberapa kasus mirip serupa. "Dosen-dosen yang mengkritik kebijakan kampus dan terkena pasal Undang-undang ITE. Seharusnya tidak bisa dipidana tetapi dalam prakteknya bisa mengalami proses pidana," ujarnya.

Menanggapi berbagai pernyataan dan pandangan itu, Mahfud memaparkan, pemerintah sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi menginginkan hukum harus menjadi alat membangun ketenangan. Maka pemerintah mengeluarkan restorative justice, yang kemudian Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung mengeluarkan hingga delapan peraturan agar tidak mudah menghukum orang.

Baca juga : Mahfud Ditagih, Kapan Tumpas Teroris Papua

Karena dalam hukum pidana, kerap terjebak syarat formal. Asal kriteria dan unsur pidana terpenuhi maka seringkali hakim, jaksa dan polisi tetap memaksakan menghukum.

Namun Menko Mahfud menekankan, kasus yang dialami Saiful terjadi pada 2019, sedangkan kebijakan pemerintah tentang restorative baru diterapkan 15 Februari 2021.

"Saat itu atas perintah Presiden pada Rakernas TNI-Polri di Istana Negara, yang kemudian dilanjutkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB), yang belum lama ini dikeluarkan. Kemudian Rancangan Undang-Undang berdasarkan SKB tersebut baru saja berhasil dimasukkan ke Program Legislasi Nasional," ujar Mahfud.

Sehingga tidak ada yang bisa disalahkan atas dasar hukum formal, para aparat penegak hukum yang membawa kasus ini ke pengadilan. Namun Mahfud menilai, permohonan amnesti ini adalah sesuatu yang layak. Mahfud mengatakan telah mendengarkan semua masukan dan akan menindaklajuti secepatnya.

Baca juga : Kejar Prestasi Paralimpiade, Pemerintah Bakal Bangun TC Khusus Difabel

"Kita akan memproses, mudah-mudahan bisa secepatnya. Karena keputusan amnesti ada di Presiden. Semoga tidak membutuhkan waktu yang lama," ujar Mahfud.

Untuk informasi, Saiful merupakan dosen yang dipenjara setelah mengirim pesan di grup WhatsApp yang mengkritisi proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Universitas Syiah Kuala, Provinsi Aceh. Ia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta atas tuduhan pencemaran nama baik. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.