Dark/Light Mode

Pemilu 2024 dan Pusaran Rivalitas AS-China

Kamis, 28 Desember 2023 21:25 WIB
Ilustrasi Rivalitas AS-China (Grafis: Financial Times)
Ilustrasi Rivalitas AS-China (Grafis: Financial Times)

Pilpres 2024 telah di depan mata. Pada 14 Februari 2024, Indonesia akan mengadakan hajatan besar-besaran, pesta demokrasi terakbar sekaligus penentu haluan bangsa lima tahun yang akan datang. Pemilu kali ini menyuguhkan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dalam bursa Capres. Menuju Pilpres 2024, masing-masing kandidat kian gencar berkampanye dan bergerilya mensosialisasikan program-program kepada masyarakat.

Bukan Pilpres namanya kalau tanpa kontroversi. Ya, polemik ‘Paman Anwar Sadad’, ‘Angin tak Ber-KTP’, hingga ‘Ndasmu Etik’ menghiasi langit politik negeri dalam waktu singkat. Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hingga permasalahan etika para Capres menjadi perbincangan hangat pada dinding-dinding kantor hingga atap warung kopi. Namun, penulis tak akan membahasnya (isu-isu domestik) di sini.

Satu yang tak kalah penting dari persoalan domestik bangsa ini adalah isu internasional. Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar serta negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Hal tersebut membuat Indonesia memainkan peranan penting sebagai penyeimbang kekuatan di Samudera Hindia dan Pasifik.

Baca juga : STY Andalkan 7 Pemain Naturalisasi Dan 4 Pemain Abroad

Dinamika geopolitik di Asia Pasifik tergolong rumit. Peningkatan persaingan strategis antara Amerika Serikat dan China di kawasan ini membuat Indonesia terpaksa berada dalam posisi genting. Secara historis, Indonesia menganut kebijakan luar negeri ‘bebas-aktif’. Selama berpuluh-puluh tahun, Indonesia berusaha menjaga hubungan harmonis dengan AS maupun China. Hal ini tentunya dapat dilihat dari aktivitas bantuan dan investasi dari kedua negara tersebut dalam bergbagai sektor (pendidikan, perdagangan, hingga teknologi). Misal, Indonesia selalu menahan diri dan memposisikan diri di tengah-tengah dalam sengketa Laut China Selatan (LSC). China, dengan pendekatan proaktifnya menggunakan latihan militer bersama negara-negara tetangga dengan tujuan mempererat hubungan dan tentunya, melawan ekspansi militer AS. Indonesia dengan ciri khas ‘bebas-aktif’ tentunya tak terlibat dalam hal tersebut (baik bersama AS maupun China).

Peran Indonesia sebagai penyeimbang kekuatan di kawasan tentu sangat krusial. Apalagi, hal ini didukung oleh status Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar nan terpadat di ASEAN. Prinsip kebijakan luar negeri Indonesia yang ingin berdampingan dalam kedamaian serta non-blok memposisikan Indonesia sebagai perantara yang ideal. Hal tersebut tentunya merupakan tantangan tersendiri, sebab Indonesia perlu menjaga hubungan ekonomi dengan China sebagai mitra dagang dan sumber investasi namun di saat yang bersamaan mempertahankan kerja sama keamanan bersama AS.

Posisi tersebut tentu membuat Indonesia terjebak antara peluang dan tantangan. Jika ingin mewujudkan visi sebagai poros maritim global, Indonesia perlu memperkuat peran diplomatiknya dalam rivalitas ini. Tantangan besar Indonesia tentunya adalah menghadapi tekanan geopolitik sembari mempertahankan otonomi serta melindungi kepentingan nasional.

Baca juga : Ini Pesan Mahfud Untuk Pekerja Migran Indonesia

Menarik untuk diteropong bagaimana Capres-capres akan membawa Indonesia dalam pusaran rivalitas dua negara besar ini. Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo tentu orang-orang yang kompeten dan layak memimpin negeri ini. Namun, izinkan penulis membandingkan se-objektif mungkin berdasarkan track record dari capres-capres kesayangan kita. Tulisan ini akan se-sederhana menebak-nebak arah keberpihakan ketiga calon jika terpilih.

Mari mulai perbandingan ini dari Capres yang paling senior, Prabowo Subianto. Menurut peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Prabowo dan Ganjar merupakan Capres yang sering berinteraksi dengan China. Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo kerap bertemu dengan petinggi-petinggi Negeri Tirai Bambu dalam rangka meningkatkan kemitraan kedua negara dalam bidang keamanan. Apalagi, belakangan Prabowo begitu deket dengan Presiden Jokowi . Sebagai informasi, Prabowo juga mantap menyatakan tegak lurus melanjutkan program Jokowi.

Hal tersebut tak serta merta menggugurkan fakta bahwa Prabowo juga memiliki kedekatan dengan AS. Selama mengabdi sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo nampak bak aktor penyeimbang kecondongan politik luar negeri Indonesia ke Barat, utamanya AS. Hal ini dapat dilihat dari serangkaian kerja sama dan latihan militer serta pemenuhan plus rencana pemenuhan alutsista dari AS. Prabowo, dalam gelaran KTT ASEAN di Jakarta pernah menyatakan bahwa Indonesia menolak berafiliasi dengan kelompok tertentu dan memilih untuk bekerja sama dengan semua negara.

Baca juga : Pilpres 2024 Satu Putaran Banyak Manfaat, Hemat Rp 17 T, Minimalkan Polarisasi

Capres lain, Ganjar Pranowo, merupakan mantan kepala daerah dengan interaksi paling banyak dengan China. Bahkan, di bawah Ganjar, Jawa Tengah telah menandatangani berbagai program kerja sama dengan China dalam cakupan kemitraan regional. Misalnya, kala puluhan investor China di sektor kayu dan mebel menginvestasikan 2 miliar dolar AS (setara Rp 30 triliun) ke perekonomian Jawa Tengah pada 2019. Ditambah lagi, Ganjar diutus PDIP, partai politik yang pernah bekerja sama dengan partai besar di China.

Sedikit berbeda, Anies Baswedan justru terlihat lebih condong membangun interaksi dengan negara-negara barat dan AS. Anies, dalam satu kesempatan, mengaku dirinya tidak ingin Indonesia hanya dekat dengan China. Anies ingin Indonesia membangun kedekatan dengan negara lain selain China, misalnya Uni Eropa. Seperti yang diketahui, selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies bergerilya di Eropa. Selain itu, Anies juga terpantau seringkali mendekati rekan-rekan asal AS di sela-sela kegiatan Internasional. Beberapa pihak menilai Anies Baswedan tidak ingin disamakan dengan kepemimpinan Jokowi yang relatif condong ke China. Anies bertekad mengubah cara pandang masyarakat yang kerap kali menilai pemerintah dekat dan pro-China.

Aspek geopolitik merupakan salah satu variabel yang penting dalam konteks Pemilu di Indonesia. Gagasan konkret tentang arah Indonesia dalam geopolitik tentunya akan dipaparkan secara mendalam oleh masing-masing calon dalam debat ketiga pada 7 Januari nanti dengan tema Hubungan Internasional. Menarik untuk disimak, sentilan-sentilan kecil seperti apa yang akan disajikan. Apakah Ganjar akan disindir terkait kedekatan PDIP dengan China? Akankah Prabowo dikritisi tentang statement ‘melanjutkan program Jokowi’ yang notabene dekat dengan China? Ataukah Anies Baswedan yang akan dihajar dengan tudingan pro-AS?

Rivyan Bomantara
Rivyan Bomantara
Media Analyst

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.