Dark/Light Mode

Keampuhannya Melawan Corona Terus Diuji Coba

Kasus Kematian Akibat Covid-19 di Negara Yang Mewajibkan Imunisasi BCG, Ternyata Lebih Sedikit

Jumat, 3 April 2020 06:30 WIB
Ilustrasi vaksin BCG (foto: Net)
Ilustrasi vaksin BCG (foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penelitian terbaru menunjukkan, jumlah kematian akibat Covid-19 di negara-negara yang mewajibkan vaksinasi TBC ternyata lebih kecil dibanding negara yang tidak mewajibkan imunisasi tersebut.

Studi pendahuluan yang diposting di medRxiv - situs untuk jurnal kedokteran yang belum dipublikasikan - melaporkan adanya korelasi antara negara-negara yang mewajibkan vaksinasi bacillus Calmette-Guerin (BCG), dengan rendahnya jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19.

Meski hanya sebuah korelasi, dokter di sedikitnya 6 negara telah melakukan uji coba pemberian vaksin BCG terhadap petugas medis yang ada di garda terdepan dan kaum lansia. Untuk memastikan, apakah vaksin tersebut dapat memberikan tingkat perlindungan terhadap Covid-19.

Dr Gonzalo Otazu, Asisten Profesor di Institut Teknologi New York dan penulis utama studi tersebut, mulai menganalisis setelah memperhatikan rendahnya jumlah kasus di Jepang.

Meski tercatat sebagai kelompok negara yang pertama kali melaporkan kasus Covid-19 di luar China, sampai saat ini Jepang belum memberlakukan lockdown seperti di banyak negara.

Dr Otazu mengungkap, sejumlah studi menunjukkan vaksin BCG tak hanya memproteksi tubuh dari bakteri tuberculosis. Tetapi juga jenis penyakit menular lainnya.

Dr Otazu pun menyusun data negara-negara yang mewajibkan imunisasi BCG, kemudian menelaah jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19 di negara-negara tersebut, untuk menemukan korelasi yang kuat.

Di kelompok negara-negara berpendapatan tinggi yang mencatat kasus Covid-19 tertinggi di dunia, AS dan Italia memang mewajibkan imunisasi BCG. Namun, hanya ditujukan untuk orang yang berisiko.

Baca juga : Agar Dunia Usaha Tak Lesu Akibat Covid-19, Pemda Diimbau Lakukan Relaksasi Pajak

Sementara Jerman, Spanyol, Prancis, Iran, dan Inggris dulunya pernah mewajibkan vaksinasi BCG. Namun, kebijakan tersebut dihapus sejak puluhan tahun lalu.

China, negara yang pertama kali terjangkit Covid-19 telah lama mewajibkan vaksin BCG. Namun, sebelum tahun 1976, pelaksanaannya masih semrawut.

Sedangkan negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan yang dinilai cukup berhasil mengendalikan laju penyebaran Covid-19, memiliki kebijakan vaksin BCG yang universal.

Namun, data kasus positif Covid-19 dari kelompok negara berpendapatan rendah, tidak cukup kuat untuk diambil kesimpulan.

Dengan total kasus lebih dari 950 ribu dan angka kematian di atas 48 ribu, dunia berjuang keras menekan penyebaran pandemi Covid-19.

Namun, vaksin penyakit ini masih belum ada. Butuh waktu lebih dari setahun untuk memastikannya.

Itu sebabnya, Profesor Departemen Imonologi Universitas Toronto Dr Eleanor Fish berpendapat, tak ada salahnya menjadikan vaksin BCG sebagai opsi perlindungan untuk mencegah penyakit akibat Covid-19.

:Saya akan menyimak hasil penelitian Dr Otazu dengan sangat hati-hati," ujar Dr. Fish.

Baca juga : Korban Covid-19 di China Lebih Sedikit, AS Penasaran

Dr. Otazu yang mengaku telah menerima sejumlah masukan dari para ahli, kini tengah menyusun penelitian versi kedua, yang fokus membahas masalah yang dihadapi para pakar tersebut.

Dia juga telah mengajukan penelitian tersebut untuk proses peninjauan formal dengan jurnal Frontiers di Public Health.

Salah satu ilmuwan yang telah melakukan uji coba terhadap efektivitas vaksin BCG terhadap Covid-19 adalah Dr. Mihai Netea, ahli penyakit menular di Radboud University Medical Centre, Belanda.

Uji coba tersebut dilakukan kepada 400 pekerja medis: 200 mendapat vaksin BCG, 200 memperoleh placebo.

Dr. Netea tidak berharap melihat hasil apa pun selama setidaknya dua bulan. Dia juga akan memulai uji coba terpisah, untuk mempelajari efektivitas vaksin BCG pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.

Uji coba lain terhadap efektivitas vaksin BCG dilaporkan tengah berlangsung di Australia, Denmark, Jerman, Inggris, dan AS.

Para ilmuwan terus berupaya mencari bukti efektivitas vaksin BCG terhadap penyakit akibat mikroba lainnya, di luar tuberculosis.

Penelitian Dr Netea yang telah dikerjakan selama lebih dari satu dekade menunjukkan, vaksin BCG memproteksi tubuh sedemikian rupa. Sehingga, setiap kali patogen yang bergantung pada strategi serangan yang sama dengan serangan bakteri tuberculosis, vaksin siap merespon dengan cara yang lebih baik ketimbang sistem kekebalan tubuh orang-orang yang belum menerima vaksin.

Baca juga : China Ingin Menguji Keampuhan Vaksin Covid-19 di Luar Negeri, Kenapa?

"Sepertinya, vaksin BCG ini membuat bookmark untuk sistem kekebalan tubuh di kemudian hari," jelas Dr. Netea.

Meski hasil penelitian kelak menunjukkan vaksin BCG terbukti efektif memerangi Covid-19, Dr. Netea mengimbau  publik tak menimbunnya.

"Orang tak boleh mendapatkan vaksin BCG seperti upaya mereka menimbun kertas toilet," kata Dr. Otazu.

Kecil kemungkinan, vaksin BCG dapat meningkatkan risiko Covid-19. Namun, itu masih harus dibuktikan oleh uji klinis.

Dalam berbagai kasus, vaksinasi BCG bukanlah satu-satunya cara memerangi Covid-19.

"Tak ada negara di dunia ini yang berhasil memerangi Covid-19 hanya karena penduduknya sudah mendapatkan imunisasi BCG," tutur Dr. Otazu.

Menjaga jarak (social distancing), pengetesan, dan isolasi atau karantina mutlak diperlukan untuk memberantas wabah Covid-19. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.