Dark/Light Mode

Mau Gebuk Beijing Lewat Kasus HAM

Biden Bujuk Negara G7 Kompak Keroyok China

Senin, 14 Juni 2021 05:25 WIB
(Dari kiri), Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden AS Joe Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen dalam pertemuan KTT G7 di Carbis Bay, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. (Foto AP/ Leon Neal).
(Dari kiri), Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden AS Joe Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen dalam pertemuan KTT G7 di Carbis Bay, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. (Foto AP/ Leon Neal).

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menjadi motorutama berbagai pembahasan tentang rencana G7 menghadapi China. Dia membujuk para pemimpin negara di organisasi itu untuk bersatu menyikapi berbagai isu. Antara lain, dalam menghadapi kebi­jakan ekonomi Negeri Tirai bambu. Dan, pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur.

Kendati demikian, hingga kemarin, G7 belum satu suara. Kelompok itu terbelah. Kanada, Inggris, dan Prancis mendukung ide Biden. Sedangkan Jerman, Italia, dan Uni Eropa, masih terlihat ragu.

Kesepatakan bersama yang merangkum komitmen para negara anggota, baru akan diu­mumkan pada akhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Carbis Bay, Cornwall, Inggris. Yakni pada Minggu malam (13/6) waktu setempat atau Senin dini hari (14/6) Waktu Indonesia Barat (WIB). Sejumlah pejabat AS yakin, China bisa dimintai pertanggungjawaban terkait kebijakan ekonomi serta dugaan pelanggaran HAM.

Baca juga : Bela Hong Kong, 5 Negara Keroyok China

Pada lawatan luar negeri per­tamanya sejak menjabat seba­gai presiden, Biden membuat sejumlah kesepakatan dengan para pemimpin dari negara ang­gota G7. Biden tampak berusaha mencoba menghapus pandangan negatif yang kerap diarahkan pa­da AS sewaktu masih dipimpin Presiden Donald Trump.

Salah satu yang mencapai kesepakatan dengan Biden, yakni Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam kesepakatan di antara keduanya, Macron memberi tahu Biden, bahwa kolaborasi diperlukan dalam berbagai masalah. Dia juga bilang, sangat menyenangkan bisa berada dalam organisasi, dimana anggotanya bisa diajak bekerja sama.

Sementara, Kanselir Jerman Angela Merkel, justru bersikap kontra dalam beberapa hal. Yakni terkait dengan China, dan soal pipa Nord Stream 2 yang akan mengangkut gas alam dari Rusia ke Jerman, melewati Ukraina.

Baca juga : Biden, Bergurulah Ke Jokowi

Kendati demikian, secara umum situasi di KTT G7 cukup kondusif. Seorang sumber me­nyebut, tiap negara anggota bersifat kooperatif. Terutama yang terkait dengan kepentingan bersama. Ada diskusi yang sangat bagus, konstruktif, dan sangat hidup.

“Dalam arti, bahwa seseorang ingin bekerja sama,” beber sum­ber itu, dilansir Channel News Asia, kemarin.

Pejabat Gedung Putih mengatakan, Biden ingin para pemimpin negara-negara G7, yak­ni AS, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, dan Italia, satu suara. Yakni menentang praktik kerja paksa yang menargetkan Muslim Uighur China dan etnis minoritas lainnya.

Baca juga : Bupati Maluku Tenggara Komit Terus Bangun Perbatasan

Biden berharap, kecaman itu akan menjadi bagian dari pernyataan bersama yang akan dirilis Minggu ketika KTT be­rakhir. Namun, beberapa sekutu AS masih enggan untuk berpisah dengan Beijing.

Selain itu, G7 juga diminta mengambil langkah pertama dalam mengajukan proposal infrastruktur yang disebut “Bangun Kembali Lebih Baik untuk Dunia”. Slogan kampanye yang digemakan Biden. Rencana tersebut menyerukan pengeluaran ratusan miliar dolar untuk bekerja sama dengan sektor swasta sambil mematuhi standar iklim dan praktik perburuhan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.