Dark/Light Mode

Fikih Ibadah Di Era Pandemi

Kamis, 28 Mei 2020 09:27 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Kurang dari satu bulan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sudah mengeluarkan beberapa fatwa tentang fikih ibadah. Kompleksitas masyarakat akhir zaman memaksa para ulama untuk selalu berijtihad guna menyelesaikan persoalan keumatan di zaman modern ini. Lebih khusus lagi ketika bulan Ramadhan kali ini hadir di tengah pandemi Covid-19 mewabah.

Banyak persoalan fikih yang sulit dijawab oleh umat sehingga MUI ditantang untuk mengeluarkan fatwa. Di antara masalah itu ialah bolehkah meninggalkan shalat Jum’at karena alasan adanya virus melanda sejumlah besar wilayah perkotaan?

Baca juga : Konsekwensi Negara Posisi Silang

Bagaimana hukumnya shalat berjamaah di masjid di era social distantions, yang biasanya imam menganjurkan merapatkan shaf? Mana lebih afdhal shalat berjamaah di rumah Tuhan (masjid) sekaligus memaksimumkan ibadah mahdhah di bulan Ramadhan ini, atau shalat dilaksanakan di rumah masing-masing? Bagaimana kemungkinannya shalat Idul Fitri di rumah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, MUI pusat dan MUI daerah kebanjiran pertanyaan soal shalat berjamaah di masjid. Lumayannya karena bukan hanya di Indonsia tetapi hampir seluruh dunia dilanda oleh Covid-19 ini sehingga komunikasi antara ulama di berbagai negara saling mengisi satu sama lain.

Baca juga : Waqaf Dalam Cita dan Fakta (2)

Hampir semua ulama di seluruh dunia sepakat bahwa shalat di rumah lebih utama daripada shalat di masjid manakala kita berada di zona merah (berbahaya). Baik oleh ulama moderat maupun ulama yang dulu dikenal hard liner.

Agaknya Covid-19 ini membawa hikmah tersendiri bagi bangsa Indonesia, karena berbagai faksi dan mazhab bisa menjadi kompak dalam mengatasi persoalan ini. Semoga seusai Covid-19 umat tetap utuh (ummatan wahidah).

Baca juga : Waqaf Dalam Cita dan Fakta (1)

Dalam kaedah usul dikatakan: Dar’ almafasid muqaddamun ‘ala jalb almashalih (menolak bahaya lebih utama daripada mengejar manfaat). Pergi ke masjid sunnat dan shalat tarwih dan Idul Fitri adalah sunnat. Sementara mempertahankan dan menyelamatkan diri dan keluarga adalah wajib. Beragama yang benar mendahulukan wajib baru sunnat. Bukan di balik.

Nabi memilih untuk hijrah bersama Abu Bakar ke Madinah dan meninggalkan umatnya di Mekkah. Nabi bukan pengecut tetapi mundur selangkah untuk meraih kemenangan, itu cara Nabi. Sedangkan nekat atas nama agama tidak pernah dicontohkan Nabi dan para sahabatnya. Dalam menyikapi semakin cepatnya perubahan sosial itu terjadi, maka sudah saatnya memang Indonesia mengembangkan Fikih Kebhinnekaan. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.