Dark/Light Mode

Etika Politik Nabi Muhammad SAW (2)

Menolak Nepotisme (2)

Kamis, 10 September 2020 06:30 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - NABI seolah malu berbicara sebuah jabatan dihubungkan dengan anggota keluarga. Memang Nabi tidak mempunyai anak laki-laki dewasa karena putranya Ibrahim meninggal saat masih kecil.

Akan tetapi, anak pamannya banyak, hanya Nabi tidak pernah memberikan jabatan itu karena pertimbangan keluarga.Pejabat yang ditunjuk sebagai Gubernur di beberapa propinsi pun bukan dari keluarga dekatnya. Tidak heran Ketika Nabi wafat muncul persoalan krusial karena Nabi tidak pernah memberikan fatwa atau isyarat siapa nanti yang akan menggantinya saat ia sudah tiada.

Baca juga : Menolak Nepotisme (1)

Ketika Nabi wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 632 M, sebagian anggota masyarakat panik mengenai penggantinya sebagai Kepala pemerintahan di Madinah. Kepanikan ini berbuntut pada penundaan pemakaman Nabi selama tiga hari.

Umar ibn Khaththab berdiri dengan pedang terhunus di samping Nabi dan mengatakan, siapa yang mengatakan Nabi wafat akan aku tebas lehernya, begitu dalam cinta Umar terhadap Nabi. Ia mengatakan, Nabi hanya pingsan seperti pingsannya Nabi Musa tiga bulan saat menatap sinar ciptaan Ilahi di Bukit Turisinin.

Baca juga : Keniscayaan Seorang Pemimpin (2)

Sahabat paling senior, yakni Abu Bakar, tidak ada di tempat karena ia menghadiri di bani Tsaqifah yang di sana ada dua kelompok yaitu pimpinan suku Khazraj dan suku Aus dari kalan-gan Muhajirin. Ia sendiri diminta oleh kaum Muhajirin mengikuti pertemuan penting itu.

Para peserta pertemuan menyetujui pendapat yang dipesankan Umar kepada pertemuan itu bahwa yang paling tepat menggantikan Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan ialah Abu Bakar dengan berbagai pertimbangan.

Baca juga : Keniscayaan Seorang Pemimpin (1)

Usulan itu disetujui, Abu Bakar langsung dibaiat sebagai khalifah pertama pengganti Nabi Muhammad sebagai Kepala Pemerintahan. Baiat ini terkenal dengan Bai’at Tsaqifah. Walaupun pada mulanya ada masalah kecil karena keluarga dekat Nabi tidak dilibatkan, seperti Fatimah, anak tunggal Nabi yang hidup, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin ’Affan, dan lain-lain.

Fatimah diketahui tidak ikut membaiat Abu Bakar. Ali, suami Fathimah, nanti membaiatnya sesudah Fatimah, isterinya meninggal. Nabi sendiri tidak pernah mengi-syaratkan Ali ibn Abi Thalib, suami anak perempuannya sekaligus sepupunya, sebagai pengganti. Yang ribut belakangan setelah Nabi wafat ialah para pengikut dan loyalis antar tokoh yang dipandang dapat menjadi khalifah. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.