Dark/Light Mode

Meneguhkan Budaya Di Balik Bahasa (2)

Selasa, 26 Oktober 2021 06:39 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Sesudah itu, si pembaca diharapkan mampu melakukan apa yang disebut W Dilthey sebagai verstehen, yaitu memahami dengan penuh penghayatan terh­adap teks, ibarat sang pembaca keluar kembali dari lorong waktu masa silam, lalu mengambil kesimpulan.

Tidak bijaksana mengukur sebuah teks klasik menggunakan kriteria dan metodologi modern. Menurut H White, masa silam itu sendiri adalah sebuah teks. Seorang pengkaji teks klasik terlebih dahulu harus memahami “teks masa silam” itu.

Baca juga : Meneguhkan Budaya Di Balik Bahasa (1)

Kajian teks tidak terlepas dari tiga variabel. Pertama, sang pencipta bahasa (wadli’). Kedua, sang pengguna atau peminjam bahasa (musta’mil), dan ketiga, sang pemaham dari (hamil). Selayaknya, setiap teks perlu dikritisi; apakah sang pencetus teks murni sebagai pengguna bahasa, atau sebagian vocab/mufradat yang digunakannya merupakan rumusannya sendiri.

Dengan demikian, sang penulis ber­fungsi ganda sebagai wadli’ dan sebagai musta’mil. Yang paling mengetahui makna setiap kata dalam teks adalah pengucapnya sendiri. Pembaca teks hanya berfungsi sebagai pemaham/ penafsir (hamil).

Baca juga : Tantangan Pesantren Di Masa Depan

Firman Tuhan dalam kitab suci dapat diajukan pertanyaan, apakah Tuhan berfungsi sebagai Pencipta (wadli’) atau sebagai Peminjam/Pengguna ba­hasa yang mufradat-nya sudah lama digunakan dalam masyarakat sebelum teks itu muncul, atau sebagian mufra­dat itu dipinjam dan sebagian lainnya ciptaan-Nya sendiri. Jadi Tuhan, di samping sebagai wadli’ juga sebagai musta’mil.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.