Dark/Light Mode

Klaim Produk Bebas BPA Maupun Bebas Kolestrol Harus Disertai Literasi Yang Jelas

Jumat, 8 Desember 2023 23:16 WIB
Ilustrasi klaim bebas BPA. (Foto: Freepik/starline)
Ilustrasi klaim bebas BPA. (Foto: Freepik/starline)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Janoe Arianto, menegaskan pentingnya klaim iklan yang transparan, bukan asal klaim. 

Ia mencontohkan, klaim 100 persen bebas BPA (Bisfenol A) yang ada di iklan produk air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, klaim semacam itu harus dijelaskan kepada publik untuk memastikan etika periklanan yang sehat.

"Klaim terhadap suatu zat, baik mengandung atau tidak mengandung, harus dijelaskan secara jelas kepada publik. Klaim semacam itu tidak boleh asal klaim," kata Janoe.

Masyarakat, sebutnya perlu literasi untuk memahami dasar klaim tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman, terutama yang berkaitan dengan kesehatan.

Baca juga : Kemenko PMK: Perusahaan Juga Harus Mensejahterakan Masyarakat

Ia menekankan pentingnya klaim yang disertai literasi kepada masyarakat. Sebab, komunikasi harus jelas dari headline hingga subheadline-nya. “Jadi, itu etikanya ya,” imbuhnya.

Tak cuma klaim bebas BPA di kemasan AMDK, Janoe juga mencatat iklan yang mengklaim produknya bebas lemak atau kolesterol. Tapi tanpa disertai penjelasan lebih lanjut. 

"Karena, masyarakat bisa menafsirkan kalau bebas zat A ini aman dan kalau ada zat A ini berarti tidak aman. Ini kan masyarakat jadi bingung, dan sebenarnya gak etis iklan-iklan yang in general seperti itu," kritiknya.

Janoe mengatakan, bahwa masyarakat perlu akses informasi yang jelas, bukan klaim tanpa clarity. Transparansi dibutuhkan untuk komunikasi atau iklan terbuka.

Baca juga : Waka BPIP: Kebijakan Dan Regulasi Harus Terintegrasi Nilai-nilai Pancasila

"Jadi, jika diklaim bahan itu bebas BPA, harus dijelaskan sebenarnya bahan itu dibuat dari apa. Jadi, istilahnya untuk tidak membuat isinya menjadi greenwashing,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, menjelaskan bahwa iklan hanyalah berupa kampanye untuk sebuah produk atau lembaga. 

Yang dimuat itu adalah keunggulan-keunggulan produk atau lembaganya, dengan tidak berupaya untuk menjatuhkan produk atau lembaga pihak lain. 

“Jadi, bentuknya juga tidak perlu cover both side seperti berita,” terangnya.

Baca juga : Lestari: Literasi Keuangan Kudu Ditingkatkan

Mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun, menambahkan bahwa iklan tidak boleh melibatkan unsur persaingan usaha tidak sehat yang dapat merugikan produk pihak lain. "Tidak boleh. Iklan harus tunduk pada aturan yang ditetapkan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia atau P3I,” katanya. 

Dalam konteks regulasi, Pasal 44 Bab III ayat (1) PP 69 Tahun 1999 menegaskan bahwa iklan pangan wajib menyajikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan. 

Selain itu, Pasal 47 ayat (1) melarang iklan produk pangan yang mendiskreditkan produk pangan lainnya. 

Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat dikenai sanksi administratif dan denda maksimal Rp 50 juta, serta pencabutan izin produksi atau izin usaha.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.