Dark/Light Mode

Khusus Untuk Calon Penumpang Reaktif Corona

Tenang, Keberangkatan KA Bisa Dijadwal Ulang

Sabtu, 26 Desember 2020 06:05 WIB
Petugas medis mengambil sampel saat Rapid Test Antigen para calon penumpang di Stasiun Gambir, Jakarta. (Foto: M QORI HALIANA/RM)
Petugas medis mengambil sampel saat Rapid Test Antigen para calon penumpang di Stasiun Gambir, Jakarta. (Foto: M QORI HALIANA/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - PT Kereta Api Indonesia (KAI) memberikan kelonggaran untuk penumpang reaktif Covid-19 saat rapid test antigen. Mereka bisa menjadwal ulang keberangkatan hingga tiga bulan ke depan.

Kepala Hubungan Masyarakat PT KAI Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta, Eva Chairunisa mencatat, ada 14 ribu penumpang berangkat pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) sejak Kamis (24/12).

Sebagian besar penumpang memesan tiket sejak dua bulan sebelum keberangkatan. Namun demikian, tidak semua bisa memakainya seiring adanya kewajiban semua calon penumpang harus menyertakan hasil rapid test antigen.

Untuk mereka yang hasilnya reaktif, tidak dibolehkan melakukan perjalanan dengan kereta api (KA). Tapi, tenang saja, KAI memberikan kelonggaran.

“Bagi yang reaktif rapid test antigen, maka tiket tidak hangus sampai tiga bulan,” ungkap Eva di Jakarta, Kamis (24/12).

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok menilai positif syarat mewajibkan rapid test antigen, bagi warga yang hendak keluar kota selama liburan akhir tahun ini. Menurutnya, kebijakan ini berhasil menekan mobilitas warga.

“Pantauan saya, Stasiun Gambir lengang. Padahal, biasanya saat liburan, tiket selalu habis,” kata Mufti saat melaksanakan pantauan untuk pelayanan konsumen di Stasiun Gambir dan Senen, Jakarta, Kamis (24/12).

Baca juga : Calon Penumpang Disarankan Rapid Test Antigen H-1 Keberangkatan

Namun, dia menyoroti biaya rapid test antigen. Dia menilai, tarif yang dikenakan membebani penumpang. Apalagi, dokumen hasil tes hanya berlaku selama 3 hari setelah keberangkatan.

Menurutnya, tidak semua penumpang mampu untuk membayar biaya tes itu. Misalnya, saat dirinya meninjau Stasiun Senen. Ada sejumlah warga mengeluh membengkaknya biaya perjalanan. Padahal, penumpang di Stasiun Senen, kebanyakan menggunakan KA kelas ekonomi. 

Sebagai informasi, pemerintah mematok harga paling mahal rapid test antigen sebesar Rp 250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 275 ribu untuk di luar Pulau Jawa.

Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran No HK.02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan per tanggal 18 Desember 2020.

“Laporkan ke kami jika ada yang mematok harga lebih dari ketentuan. Laporan bisa disampaikan melalui website BKPN,” ungkapnya.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai, penerapan protokol kesehatan di layanan kereta api sudah ketat, mulai dari pembatasan jumlah penumpang, hingga kewajiban menunjukkan surat bebas Covid-19.

“Saran saya, masyarakat menunda saja perjalanan keluar kota. Walaupun, merasa sehat dan tidak reaktif tes Covid-19,” kata Djoko.

Baca juga : Calon Penumpang Pesawat Diimbau Siapkan Dokumen Keberangkatan Lengkap

Ayo Jaga Jarak

Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM UNAIR), Laura Navika Yamani mengatakan, mematuhi protokol kesehatan, terutama menjaga jarak, merupakan cara yang tepat untuk mencegah klaster liburan akhir tahun.

Ia mengimbau, masyarakat tidak membuat dan mendatangi pesta akhir tahun yang nantinya akan menyebabkan tumpukan kerumunan.

“Jaga jarak adalah kunci, kalau kita memakai masker tetapi berada di dalam kerumunan orang banyak, tetap saja bisa tertular. Penggunaan masker dalam kerumunan hanya berfungsi 10 persen dalam melindungi pengguna dari paparan virus,” jelas Laura.

Menurutnya, untuk menghindari peningkatan jumlah kasus setelah libur akhir tahun berakhir, pemerintah harus tegas dalam mengamankan beberapa titik yang berpotensi meningkatkan kerumunan. Seperti di kawasan-kawasan wisata yang membuka kunjungan.

“Sekarang saya lihat banyak masyarakat mengabaikan protokol kesehatan. Hal ini akan menyulitkan pengendalian pandemi di Indonesia,” ujarnya.

Dia menilai, ironi perkembangan Corona di Tanah Air. Kalau negara lain sudah fighting gelombang dua, tiga, dan empat. Sampai saat ini Indonesia belum menemui puncak pertama dari pandemic. Hal ini bisa terlihat dari positivity rate Indonesia yang masih berada di angka 18,1 persen. Angka itu jauh ada di atas standar aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu dibawah 5 persen.

Baca juga : Kemenkumham Ragukan Surat Dari NCB Interpol

“Tingginya positivity rate menunjukkan bahwa masih tingginya penularan di masyarakat. Satu bulan lalu, Indonesia juga pernah mencapai lebih dari 20 persen,” ungkapnya. 

Hal itu terjadi, lanjutnya, tak hanya dampak rendahnya kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.

Tetapi, kapasitas pemeriksaan belum cukup dan meluas. Kontak tracing juga masih kurang. Sejauh ini, penelusuran kontak hanya ditekankan pada orang-orang yang berada dalam lingkaran kecil orang yang terinfeksi, dengan jumlah 5 hingga 10 orang. Padahal, WHO menyarankan untuk menjaring 30 orang.

“Saat ini, tidak ada penurunan kasus drastis, justru meningkat atau statis,” pungkasnya. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.