Dark/Light Mode

Ahli Hukum Tata Negara USU

Presidential Threshold, Rangka Bangun Sistem Ketatanegaraan

Kamis, 6 Januari 2022 16:30 WIB
Ahli Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution. (Foto: Ist)
Ahli Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ahli Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution menyatakan, presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bukan hal yang baru dalam praktek pemilu di Indonesia.

Pertama kali, ini dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Baca juga : Presidential Threshold 0 Persen Lahirkan Pemerintahan Lemah

"Ketentuan inilah yang kemudian mencetuskan persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang selanjutnya digunakan sebagai acuan presidential threshold untuk pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004," kata Mirza dalam keterangannya kepada RM.id, Kamis (6/1).

Muatan materi presidential threshold dalam pasal ini kemudian dirubah menjadi lebih tinggi persentasenya dengan UU Nomor 42 Tahun 2008 pasal 9 yang memiliki persamaan bunyi dengan perubahan terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 222 yang mensyaratkan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Baca juga : Akademisi Unair: Presidential Threshold Masih Diperlukan!

"Selanjutnya digunakan sebagai acuan presidential threshold untul pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2009, 2014, 2019 dan pada tahun 2024 jika tidak ada perubahan," ungkapnya.

Namun dalam perkembangannya, lanjut Mirza, pasal tentang presidential threshold ini sering terjadi perdebatan di kalangan masyarakat khususnya berkaitan dengan anggapan bahwa presidential threshold ini inkonstitusional dan diskriminasi terhadap hak konstitusi setiap orang untuk menjadi presiden dan wakil presiden sebagaimana di atur dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945, sehingga telah berulang-ulang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga : Prediksi Margarito: Uji Materi Presidential Threshold Tak Akan Dikabulkan

Diingatkan Mirza, secara konstitusi pada pasal 6 UUD 1945 yang menyatakan bahwa syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang dan pasal 6A ayat (2), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Dengan demikian, UUD 1945 telah mengamanatkan untuk mengatur lebih lanjut terkait persyaratan menjadi presiden, dan pengaturan presidential threshold yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 222 adalah konstitusional. "Karena merupakan penjabaran lebih lanjut terkait persyaratan untuk menjadi presiden sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945," ujarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.