Dark/Light Mode

Ahli Hukum Tata Negara USU

Presidential Threshold, Rangka Bangun Sistem Ketatanegaraan

Kamis, 6 Januari 2022 16:30 WIB
Ahli Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution. (Foto: Ist)
Ahli Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Urgensi Presidential Threshold

Hadirnya UU Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 222, jika dilihat dari sisi politik hukumnya, terdapat urgensi atau beberapa alasan mendalam terkait argumentasi kebijakan dilahirkannya pengaturan tentang ambang batas tersebut.

Pertama, presidential threshold telah menjadi sebuah rangka bangun sistem ketatanegaraan dalam hal pemilu presiden dan wakil presiden di Indonesia dalam beberapa periode. Sehingga jika Presidential threshold dihapuskan maka akan meruntuhkan rangka bangun sistem ketatanegaraan yang telah dibangun selama ini.

Baca juga : Presidential Threshold 0 Persen Lahirkan Pemerintahan Lemah

Artinya, jika ambang batas ini dihapuskan maka tidak menutup kemungkinan banyak pencalonan presiden jalur independen. Sehingga semua sistem pemilu yang telah dibangun saat ini harus direkontruksi atau dibangun ulang, baik dari sisi peraturan tentang pemilu, dari sisi keamanan negara ketika pemilu dan lainnya.

"Tentu ini menimbulkan banyak dampak negatif dari semua bidang kehidupan masyarakat, mulai dari sisi keamanan negara, ekonomi, sosial politik dan sebagainya," paparnya.

Kedua, presidential threshold merupakan salah satu langkah dalam menguatkan sistem presidensial. Presidential threshold diartikan sebagai pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik.

Baca juga : Akademisi Unair: Presidential Threshold Masih Diperlukan!

Sistem pemerintahan presidensiil didasarkan pada kehendak untuk menjamin suatu kekuasaan pemerintahan di bawah presiden sebagai kepala kekuasaan eksekutif atau pun kepala pemerintahan yang kuat dan stabil.

Sehingga penyelenggaraan kekuasaan berjalan efektif, artinya dalam menjalankan kekuasaannya presiden tidak mudah dijatuhkan (impeachment) dalam masa jabatannya. "Sebab, apabila presiden terpilih ternyata tidak didukung oleh partai politik yang memperoleh kursi mayoritas di DPR, tentu dapat dipastikan akan menyulitkan Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan," lanjut Mirza.

Ketiga, presidential threshold menjaga stabilitas politik negara. Keempat, presidential threshold memastikan bahwa  hubungan presiden dan parlementer bersinergi dan berhubungan dengan baik sehingga penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan efektif.

Baca juga : Prediksi Margarito: Uji Materi Presidential Threshold Tak Akan Dikabulkan

Kelima, presidential threshold merupakan langkah efektif dalam penyederhanaan multi partai secara alami. Dan keenam, presidential threshold dalam praktek pemilu serentak memberikan kemudahan dan efisiensi anggaran yang lebih murah dalam pelaksanaan pemilu.

"Perdebatan yang tepat adalah bukan lagi untuk menghapus presidential threshold karena inkonstitusional. Melainkan perdebatan terkait besaran nilai persentasi dari presidential threshold. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, besaran nilai persentase tersebut merupakan legal opened policy, yaitu kewenangan tersebut kembali kepada pembentuk undang-undang untuk merevisi besaran persentase presidential threshold," pungkasnya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.