Dark/Light Mode

Dicabut Luhut

Larangan Ekspor Batubara Umurnya Hanya 12x24 Jam

Rabu, 12 Januari 2022 08:10 WIB
Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Dok. Kemenkomarves)
Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Dok. Kemenkomarves)

 Sebelumnya 
"Jumlah kapal ini harus diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla). Bakamla juga perlu melakukan pengawasan supaya jangan sampai ada kapal yang keluar di luar list yang sudah diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Hubla," katanya.

Sementara itu, untuk tongkang-tongkang yang memuat batubara untuk ekspor, pemerintah mengarahkan agar tetap dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan PLTU. "Jadi belum diperbolehkan untuk melakukan ekspor," ucap Luhut.

Baca juga : Pasokan Energi PLN Tercukupi Tapi Bisnis Jangan Terganggu

Selain membuka keran ekspor, Pemerintah juga akan merombak besar-besaran tata kelola pasokan batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri. Ke depan, PLN akan membeli batubara dengan harga mengikuti pergerakan pasar. "Jadi, tidak ada lagi nanti mekanisme pasar terganggu," ucap Luhut.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memahami perubahan kebijakan Pemerintah ini. Sebab, larangan ekspor batubara itu tidak hanya dikeluhkan pengusaha, tapi sejumlah negara juga melancarkan protes ke Indonesia. Pasalnya, larangan tersebut membuat harga batubara di dunia mendekati 200 dolar AS per metrik ton. Pembangkit listrik di beberapa negara juga berpotensi kehabisan stok dan mengancam pasokan energi mereka.

Baca juga : PDIP Memilih Jalan Oposisi

Fahmy mengungkapkan, aturan DMO yang mewajibkan pengusaha memasok 25 persen batubara dari total produksinya dengan harga 70 dolar AS per metrik ton, selama ini banyak dilanggar. Para pengusaha batubara lebih senang mengekspor karena harganya lebih mahal. Memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO, namun sangat kecil.

"Pada saat harga batubara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi ketimbang memasok kebutuhan batubara PLN sesuai ketentuan DMO," terangnya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : KSP: Ini Gestur Asli Presiden, Ketika Harus Berpihak Pada Rakyat

Karena itu, hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06 persen. Padahal, pasokan batubara ini sangat penting energi primer PLTU. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.