Dark/Light Mode

Webinar DBI

Darurat Baca Buku Lebih Bahaya Dibanding Darurat Buku

Rabu, 25 Mei 2022 20:09 WIB
Webinar Duta Baca Indonesia dengan tema Indonesia Darurat Buku, Rabu (25/5). (Foto: Dok. Perpusnas)
Webinar Duta Baca Indonesia dengan tema Indonesia Darurat Buku, Rabu (25/5). (Foto: Dok. Perpusnas)

 Sebelumnya 
Mengomentari hal ini, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman mengakui, kondisi buku yang dicetak mengalami penurunan tiap tahunnya. Jika sebelumnya satu judul mampu dicetak hingga 5.000 eksemplar, di masa pandemi menurun drastis. 

“Di negara dengan literasi tinggi, seperti Finlandia, ketika di masa pandemi, justru terjadi peningkatan penjualan buku mencapai 12 persen. Di Amerika Serikat juga mencapai kenaikan penjualan buku 8,2 persen, dan di Inggris 5,5 persen. Artinya, kita harus melihat indeks literasi bukan soal kegemaran membaca,” terang Arys Hilman.

Baca juga : Jokowi Sebut Harga Beras Dalam Negeri Rata-rata Rp 10.700 Per Kg, Lebih Murah Dibanding Korsel

Mengukur indeks literasi, paling tidak mencakup empat hal, yakni kecakapan membaca, akses terhadap bahan bacaan, kebiasaan/pembiasan pembudayaan kegemaran membaca, serta nalar kritis dan manfaat terhadap dirinya. “Darurat buku memang bahaya, tapi lebih bahaya lagi adalah darurat baca buku,” tambah Arys.

Menurut Arys, seharusnya ISBN tidak harus menjadi dewa bagi penerbitan buku. Arys mencontohkan, di Amerika Serikat 42 persen buku yang terbit tidak dilengkapi ISBN. Bahkan, kanal Google Play Book dan Amazon pun tidak mensyaratkan. ISBN harus diposisikan sebagaimana mestinya. Kalau hanya penyusunan laporan Pemerintah, laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN), prosiding seminar, tidak harus ber-ISBN. Karena hal tersebut tidak mewakili jumlah buku.

Baca juga : Warga Cilincing Terpaksa Pake Air Laut Buat MCK

Dia menambahkan, jumlah judul buku di masyarakat Indonesia memang perlu ditambah. Tapi, jangan terjebak di situ. Yang dibutuhkan bukan judul buku, melainkan pada eksemplarnya. “Sebaiknya jangan terjebak pada kuantitas dengan ISBN yang banyak,” tambah Arys.

Jika mengacu pada jumlah judul, nasibnya seperti ISBN. Buku yang beredar tidak ada, karena diterbitkan sesuai kepentingan. Misal, dicetaknya hanya 5 eksemplar yang dipakai untuk kebutuhan kenaikan pangkat. Akibatnya, ilmu tidak sampai. Literasi pun tidak tercapai.

Baca juga : Erick: Ini Bukti BUMN Hadir Di Tengah Masyarakat

Sementara itu, Direktur Balai Pustaka Achmad Fachrodji mengatakan, yang utama perlu dilakukan adalah meningkatkan kesenangan membaca. Fachrodji mengakui, darurat buku harus diperbaiki dengan memperbaiki ekosistem perbukuan nasional.â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.