Dark/Light Mode

MK Tolak Gugatan Presidential Threshold

Berharap Nama-nama Capres Berwarna, Supaya Ada Pilihan

Sabtu, 9 Juli 2022 06:30 WIB
Ketua MK Anwar Usman. (Foto : Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi).
Ketua MK Anwar Usman. (Foto : Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi).

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak gugatan atau pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Gugatan terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Bulan Bintang (PBB).

“Menyatakan permohonan Pemohon I tidak dapat diterima, dan menolak permohonan Pemohon II untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 52/ PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Kamis (7/7).

Baca juga : Vidal Sudah Nyetel Bersama Pendekar Cisadane

Dalam pertimbangannya, Anwar menilai DPD yang diwakili Ketua DPD LaNyalla Mattalitti, tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU Pemilu tersebut. Sedangkan PBB, dianggap memiliki kedudukan hukum, tetapi tidak memiliki argumentasi tepat.

Dalam perkara tersebut, pemohon mengajukan pengujian norma Pasal 222 Udang-Undang Pemilu.

Pasal tersebut berbunyi “pasangan calon Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pe­serta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.”

Baca juga : Cerita Puan, Berkah Ramadan Selamatkan Bung Karno Dari Upaya Pembunuhan

Pemohon I yang terdiri atas Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan Baktiar Najamudin, mempersoalkan berlakunya Pasal 222.

Pemohon I menilai, pasal tersebut telah menderogasi dan menghalangi hak serta kewajiban untuk memajukan dan memperjuangkan kesetaraan putra dan putri daerah, dalam mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

Selain itu, kata Pemohon I, adanya ketentuan ambang batas hanya memberikan akses khusus kepada elite politik yang memiliki kekuatan, tanpa menimbang matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu.

Baca juga : Presiden Arema FC Salut Perjuangan Skuda Singo Edan

Karena itu, berlakunya Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah merugikan hak konstitusional Pemohon I.

Sementara, Pemohon II Ketua Umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra berargumentasi bahwa penerapan ambang batas 25 persen suara sah dalam pemilu sebelumnya atau 20 persen kursi DPR, bisa mengakibat­kan berbagai ekses negatif seperti oligarki dan polarisasi masyarakat. Untuk itu, dia meminta presidential threshold dihapuskan atau menjadi nol persen.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.