Dark/Light Mode

Catatan Inya Bay

Cegah Potensi Konflik, Pembentukan DOB Papua Mestinya Berbasis Wilayah Adat

Sabtu, 9 Juli 2022 01:40 WIB
Inya Bay
Inya Bay

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di wilayah Papua harus menghargai dan menghormati Wilayah Adat (WA) yang telah mengkristal.

Sebagai contoh, wilayah adat Bombaray di Papua Barat, yang terdiri Kabupaten Bintuni, Kabupaten Womdama, Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Kaimana memiliki kristalisasi nilai adat yang membentuk sikap perilaku suku di daerah yang toleran, moderat, sopan/santun, ramah dan tidak brutal.

Tanah Papua, kurang lebih terdiri dari 365 suku anak bangsa yang tersebar di Wilayah Adat Tanah Papua. Mereka memiliki hubungan historis dan kesamaan kultural, kesatuan teritorial secara geografis dalam kehidupan masyarakat adat, serta hubungan geologis yang melahirkan hubungan sosial dan kekerabatan.

Dari interaksi sosial dan kontak budaya antar entitas kultural tersebut, dalam teritorialnya yang utuh, lahirlah wilayah adat di Tanah Papua seperti Mamta/Tabi, Meepago, Lapago, Ah nim, Sairere, Doberay dan Bomberay.

Wilayah adat tersebut harus dihormati, dihargai sebagai suatu nilai dan jati diri suku bangsa. Sekaligus khasanah budaya bangsa Indonesia.

Karekteristik khusus budaya suku di Jazirah Onin, terbentuk secara alami oleh kondisi geografi dan topografi wilayah adat Bombaray. Cenderung sulit, jika disatukan dengan wilayah adat lain.

Baca juga : Chandra Asri Wujudkan Pengelolaan Sampah Terintegrasi Berbasis Masyarakat

Sehingga, penetapan DOB Provinsi Papua Barat Daya di Sorong Raya, memakai nama Bombaray menjadi wilayah adatnya DOB PBD, dikhawatirkan bisa berpotensi konflik. Baik vertikal atau horisontal.

DOB PBD, Sorong Raya itu masuk wilayah adat Dobaray dengan Manokwari Raya. Bukan wilayah adat Bombaray yang terdiri dari empat Kabupaten: Bintuni, Wondama,Fakfak dan Kaimana

Dalam hal ini, pemerintah pusat harus lebih memberikan atensi. Setiap kebijakan yang dibuat, harus berbasis wilayah adat. 

Rencana keberadaan dua provinsi dalam satu wilayah adat, misalnya Papua yang beribu kota di Jayapura dan Tanah Tabi di Mamberamo Raya di wilayah adat Mamta/Tabi, juga sebetulnya riskan.

Begitu pula rencana kehadiran dua provinsi, Papua Barat yang beribu kota di Manokwari dan Papua Barat Daya di Sorong, di wilayah adat Doberay. 

Warga Kabupaten Pegunungan Bintang, tidak mau bergabung dalam Provinsi Pegunungan Tengah yang beribu kota di Wamena. Mereka tetap ingin menjadi bagian dari Provinsi Papua, dengan berbagai alasan. Seperti orbitasi yang jauh ke Wamena dari Kabupaten Pegunungan Bintang, perbedaan kultur, dan sebagainya.

Baca juga : Cegah Resistensi Antimikroba, Prof. Tjandra Ingatkan Pentingnya Surveilans

Terkait hal tersebut, ada tiga opsi yang bisa diajukan kepada Pemerintah Pusat.

Pertama, harus berprovinsi tersendiri. Kedua, dikembalikan ke Provinsi Induk (Provinsi Papua). Ketiga, memilih bergabung dengan negara tetangga (PNG).

Untuk Nabire, enam tokoh adat Pemilik Hak Ulayat Nabire Wilayah Adat Saireri II telah menolak dengan tegas Ibu Kota Papua Tengah di Nabire, dan menyetujui Ibu Kota Mimika di Kabupaten Timika.

Mereka juga menyatakan tidak akan bergabung dengan Provinsi Saireri, dan ingin tetap bergabung dengan Provinsi Induk (Papua).

Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR semestinya meluruskan penggunaan nama adat Bombaray, bagi Provinsi Papua Barat Daya di Sorong Raya yang termasuk wilayah adat Dobaray.

Tinjauan antropologi politik memperlihatkan  tujuh wilayah adat mengalami degradasi eksistensi jati diri, sebagai akibat berbagai bahan kebijakan yang tidak berbasis wilayah adat.  

Baca juga : 30 Juni, RUU Pemekaran Papua Dibawa Ke Rapat Paripurna

Padahal, kebijakan berbasis wilayah adat diperlukan sebagai penghormatan terhadap budaya, adat istiadat, serta identitas ruh adat dan budaya Papua secara evolusi dan revolusi. Agar tak menjadi cerita tanpa makna. Agar jati diri masyarakat Papua, terjaga dalam wilayah adatnya.

Karena itu, Komisi II melalui Badan Pansus DOB, mestinya dapat meninjau kembali pembentukan DOB, untuk disesuaikan dengan wilayah adat. Demi menghindari potensi konflik yang sangat besar. Komunikasi dan dialog dengan tokoh masyarakat adat Papua, juga harus terus dibangun. 

**Penulis adalah Staf Ahli Gubernur Papua, yang juga mantan Anggota DPR asal Papua

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.