Dark/Light Mode

Sidang Korupsi Pembelian Helikopter

Pejabat TNI AU Mangkir, Saksi Kunci Menghilang

Selasa, 29 November 2022 07:30 WIB
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/11/2022). Sidang tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp738 miliar tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj).
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/11/2022). Sidang tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp738 miliar tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj).

 Sebelumnya 
Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU periode 2015 sampai Februari 2017, Supriyanto Basuki juga mangkir tanpa pemberitahuan.

Sementara beberapa pejabat TNI AU tidak hadir dengan pemberitahuan. Kepala Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Heribertus Hendi Haryoko berdalih tidak bisa hadir karena menghadiri wisuda anak.

Sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Ketua Panitia Pengadaan Helikopter, Fransiskus Teguh Santosa beralasan sakit.

Hakim Djuyamto mengingatkan para saksi agar bersikap kooperatif. Ia menandaskan panggilan sidang merupakan perintah negara.

Baca juga : Sondang Jempolin Kinerja Waskita Bangun Bangsa

Ada ancaman pidana terhadap saksi yang telah dipanggil secara patut, namun selalu mangkir tanpa alasan jelas.

“Sebagai warga negara punya kewajiban untuk menghadiri panggilan dari negara,” wanti-wanti Djuyamto.

Dalam perkara ini, Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara Rp738.900.000.000 dalam pembelian helikopter AW-101 untuk TNI AU pada 2016.

Irfan menangguk keuntungan dari proyek ini sebesar Rp183.207.870.911,13. Kemudian korporasi Agusta Westland 29.500.00 dolar Amerika; perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., 10.950.826,37 dolar Amerika.

Baca juga : Hakim Perintahkan KPK Panggil Paksa Saksi Kunci

Agus Supriatna juga disebut kecipratan Rp17.733.600.000. Yang disamarkan sebagai Dana Komando. Penarikan dana ini dilakukan saat pembayaran termin pertama pembelian heli.

Jaksa membeberkan pada 25 Agustus 2016, Irfan menagih pembayaran sebesar 60 persen atau setara Rp443.340.000.000.

Tagihan disetujui Kepala Dinas Aeronautika TNI AU Ignatius Tryandono. Lalu memerintahkan Pemegang Kas TNI AU Wisnu Wicaksono melakukan pembayaran kepada PT Diratama Jaya Mandiri.

Wisnu Wicaksono menerbitkan cek bernilai Rp436.689.900.000. Yang kemudian dicairkan Irfan di BNI Kantor Cabang Pembantu Mabes TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.

Baca juga : Anies Pakai Jurus Makan Nasi Padang

Sesuai kesepakatan, Irfan harus menyisihkan 4 persen atau setara Rp17.733.600.000 sebagai Dana Komando untuk Agus Supriatna.

Sehingga Irfan hanya menyetorkan uang Rp418.956.300.000 ke rekening PT Diratama Jaya Mandiri. Sisanya ditarik tunai Wisnu atas perintah Agus Supriatna. Dananya kemudian didepositokan di Bank BRI.

Deposito atas nama Dewi Liasaroh asisten rumah tangga Bayu Nur Pratama, Funding Officer BRI Kantor Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.

Menurut jaksa, rekening tersebut juga akan digunakan Agus sebagai tempat penampungan bunga deposito. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.