Dark/Light Mode

Pro Kontra KUHP

Wayan Sudirta: Bohong Orang Bule Batal Liburan Ke Bali

Jumat, 9 Desember 2022 22:13 WIB
Anggota Komisi III DPR asal Bali, Wayan Sudirta. (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi III DPR asal Bali, Wayan Sudirta. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota DPR asal Bali, Wayan Sudirta membantah bahwa Undang-undang KUHP yang baru saja disahkan berdampak langsung bagi pariwisata di Pulau Dewata.

Menurutnya, tidak benar gara-gara KUHP maka banyak wisatawan asing yang batal berlibur ke Bali.

"Menurut pejabat di Bali, tidak ada agen perjalanan membatalkan liburan ke Bali, seperti santer diberitakan," kata Sudirta dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/12).

Anggota Komisi III DPR ini lantas menjelaskan soal Pasal 411 dan 412 di KUHP yang kini menuai polemik. Menurutnya, polemik itu tidak hanya terjadi saat ini.

Saat pembahasan di parlemen pun, memang sempat terjadi perdebatan panjang karena dinilai sebagai kewenangan negara yang melewati batas pribadi seseorang.

Namun, kata dia, ada sebagian fraksi yang juga menyampaikan aspirasi dari beberapa pihak yang menginginkan agar pasal soal perzinahan itu tetap ada. Tentunya, dengan alasan untuk memberikan perlindungan kepada generasi muda dari pengaruh seks bebas maupun sesuai dengan norma agama dan nilai adat.

Baca juga : Kolaborasi dan Sinergi, Kunci Bangun Budaya Literasi di Indonesia

Eks Senator asal Bali ini menjelaskan, makna perzinahan dalam konteks dan nilai-nilai masyarakat Indonesia, bukan hanya bersumber dari agama saja. Namun, juga mempertimbangkan adat-istiadat dan tata norma lainnya.

Hal ini juga sejalan dengan norma hukum pidana yang menggali dan menghormati Hukum yang hidup dalam masyarakat.

"Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan yang telah diatur dalam Undang-undang," tegasnya.

Para perumus, kata dia, sepakat untuk menjadikan pasal ini tetap diperlukan, tapi harus diatur secara sangat ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak, misal suami atau istri, orang tua atau anak.

"Jadi tidak sembarangan dapat diberlakukan atau digunakan oleh aparat penegak hukum maupun pihak-pihak lain," tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Baca juga : Kubedistik Dan Karawang Berseri Diganjar Penghargaan Internasional

Selain itu, pasal ini juga memberi penegasan adanya mekanisme hukum, agar tidak terjadi persekusi oleh masyarakat yang selama ini sering terjadi. Pasal ini, kata dia, merupakan representasi dari beberapa nilai dalam masyarakat yang melihat perbuatan ini sebagai hal melawan hukum atau kejahatan terhadap lembaga perkawinan.

Termasuk kejahatan materiil yang dapat merugikan pihak lain maupun masyarakat secara umum. Hal tersebut, lanjut dia, merupakan pendapat dari berbagai Fraksi di DPR, para ahli, dan Pemerintah. Perdebatan panjang terjadi dan dicari jalan tengahnya.

"Saya pribadi setelah mendapat penjelasan dan data tersebut, melihat bahwa pasal ini terjadi sebagai jalan tengah dari seluruh kepentingan para pihak yang menginginkan hal yang berbeda-beda," ungkapnya.

Namun lebih dari itu, pasal ini perlu ada sebagai harmonisasi terhadap UU Perkawinan. Serta norma lain yang hidup dalam tata kehidupan bangsa Indonesia.

"Kita juga harus secara bijaksana melihat berbagai fenomena permasalahan di masyarakat seperti persekusi, kawin kontrak yang sering merugikan WNI, dan fenomena lain yang dapat merusak keharmonisan kehidupan bangsa Indonesia," jelasnya.

Namun, politisi yang berlatar belakang advokat ini mengingatkan agar pengaturannya harus dilakukan secara ketat dan terbatas. Mengingat dalam hal ini, Negara masuk dalam ruang privat sehingga membutuhkan aturan yang jelas dan ketat.

Baca juga : PM Australia Anthony Albanese Tiba Di Bali

Ada pun jika adat istiadat atau norma adat dari daerah tertentu mengatur berbeda, tentu dapat mengesampingkan pasal tersebut secara restoratif, yang dimungkinkan dalam KUHP. "Namun tetap dilakukan dengan mekanisme yang sesuai dengan tujuan dan filosofi negara Hukum," ungkapnya.

Terkait dengan kekhawatiran banyak pihak, termasuk internasional terkait keberadaan KUHP yang baru, kata dia, hal yang wajar. Sebab, kata dia, saat ini memang banyak pihak yang belum terlalu paham soal UU KUHP yang baru. Sehingga, sosialisasi terkait isi dari legislasi yang baru ini jadi tantangan yang harus segera dilakukan pemerintah.

"Kami dengan sangat terbuka akan menerima seluruh masukan dari masyarakat baik di dalam maupun luar negeri, mengingat KUHP baru akan berlaku pada 2025 dan terbuka pada seluruh kemungkinan seperti uji materi maupun perubahan undang-undang," tegas eks Kuasa Hukum Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ini.

Menurutnya, ada masa transisi yang dilalui masyarakat untuk beradaptasi dengan undang-undang yang baru. Mengingat selama ini, KUHP yang dipakai sebagai hukum Indonesia selama berpuluh-puluh tahun merupakan warisan dari pemerintah kolonial.

"Masa transisi tersebut tentu akan menjadi kesempatan untuk melakukan sosialisasi dan pengujian oleh masyarakat maupun mekanisme hukum formil," imbuhnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.