Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Perkara Suap Izin Tambang
KPK Puas Maming Divonis 10 Tahun
Minggu, 12 Februari 2023 07:30 WIB
Sebelumnya
Ali mengemukakan, KPK membuka peluang menjerat Maming dengan perkara tindakpidana pencucian uang. Dugaan inimencuat setelah penyidik menggeledah perusahaan cangkangmilik Maming yang digunakan untuk menampung duit suap.
Selain itu, penyidik pun telahmemeriksa beberapa saksi terkait penerimaan aliran dana dari perusahaan tersebut.
Menurut Ali, Maming berpotensi dijerat Pasal TPPU dan perusahaannya bisa jadi tersangka korporasi.
Baca juga : Kasus Suap Dan Gratifikasi IUP, Mardani Maming Divonis 10 Tahun Bui
“Karena memang sebagaimana sudah kami sampaikan, dugaan-dugaan korupsi perbuatannya ini kan kemudian ada menggunakanperusahaan-perusahaan afiliasi yang bahkan fiktif ya,” kata Ali.
Dalam kasus ini, Mardani Maming didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dari mantanDirektur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) mendiang Henry Soetio mencapai Rp 118 miliar.
Uang itu diterima Maming saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Dia menerbitkan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 tahun 2011 tentang Persetujuan Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Operasi dan Produksi (IUP OP).
Baca juga : Kasus Suap Hakim Agung, KPK Terus Cari Bukti Keterlibatan Dadan Tri Yudianto
Maming dianggap telah menyalahkan kewenangan dalam pemberian IUP OP ini.
Pada 2010 Maming membantu Henry memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Henry diduga melakukan pendekatan kepada Maming untuk mempercepat proses peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL dan PT PCN.
Baca juga : Pelaku Pasar Modal Lagi Dihantui Tekanan Global
Selanjutnya, Maming mengenalkan Henry dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo pada 2011.
Maming memerintahkan Raden membantu Henry. Hingga akhirnya Maming membuat surat keputusan tentang peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL ke PT PCN pada Juni 2011.
Peralihan itu diyakini melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid itu menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya