Dark/Light Mode

Warning Ketua Bawaslu

Awas, Petahana Bisa Lakukan Abuse of Power dan Beli Suara

Senin, 27 April 2020 03:31 WIB
Abhan (Foto: Istimewa)
Abhan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), Bawaslu pusat mengingatkan, petahana rawan menyalahgunakan kekuasaan dan beli suara pada pilkada serentak nanti. Pasalnya, pilkada bakal diikuti ratusan petahana

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, berdasarkan hitungan pihaknya, dari 270 daerah yang akan melaksanakan pillkada, 224 daerah di antaranya diikuti calon petahana. Petahana sebagian telah mengantongi rekomendasi dari partai politik untuk mengikuti kontestasi Pilkada 2020. Majunya ratusan petahana di tengah pandemi Covid-19 ini berpotensi memuncukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. 

Maklum saja, kampanye bisa dibungkus dalam aksi-aksi kemanusian dari pemda. “Saat situasi pandemi Covid-19, banyak hal terjadi di lapangan dan sulit untuk membedakan kegiatan kemanusiaan murni atau kegiatan kampanye yang kebetulan berasal dari petahana,” ujarnya dalam keterangan di laman Bawaslu, kemarin. 

Baca juga : Waspada, Cakada Bisa Tertular dan Menulari Warga

Sebagai lembaga pengawas, Abhan mengaku sudah menerima banyak laporan penyalahgunaan kekuasaan dari petahana. Laporan-laporan itu kini tengah ditelusuri kebenarannya. “Sudah banyak laporan dari daerah, misalnya membagikan sembako dan alat kesehatan. Hanya saja bantuan itu lambangnya bukan sebagai pemerintah daerah,” ujarnya. 

Abhan juga menyoroti adanya potensi pembelian suara. Menurutnya, praktik pembelian suara sangat mungkin terjadi di tengah pandemi Covid-19. Pemicu munculnya praktik pembelian suara ini, adalah faktor ekonomi. “Saat musibah Covid-19 ini ekonomi masyarakat terpuruk. Kemungkinan potensi terjadinya pembelian suara atau politik uang akan semakin marak terjadi saat pilkada,” ujarnya. 

Selain itu, Abhan mengingatkan KPU agar sanggup menyediakan logistik pilkada. Maklum saja, 9 Desember terbilang mepet. “Jika pilkada digelar 9 Desember, apakah logistik bisa terselesaikan tepat pada waktunya. Logitik ini menyangkut pihak lain, misalnya perusahaan pencetak, ketersediaan bahan dan soal pendistribusian,” ujarnya. 

Baca juga : Hari Ini, Pemerintah Putuskan PSBB untuk Depok, Bogor, dan Bekasi

Ketua KPU Arief Budiman menilai, kekhawatiran Bawaslu wajar. Bahkan, sejumlah potensi pelanggaran yang disebutkan bisa dikategorikan sebagai bagian dari malapraktik pemilu. “Dari definsi Rafael Lopez Pintor disebutkan, malpraktik pemilu adalah tindakan pelanggaran terhadap integritas pemilu, baik disengaja maupun tak disengaja, legal maupun ilegal,” ujarnya. 

Kecurangan pemilu dalam penjabaran itu, bagi Arief, bentuk malapaktik pemilu yang paling serius karena dilakukan dengan melanggar prosedur dan mengubah hasil pemilu baik oleh penyelenggara, pejabat pemerintah maupun calon. “Apa yang disampaikan Pintor itu faktual dan banyak terjadi di lapangan. Tidak sengaja, tidak sadar itu dilakukan penyelenggara pemilu. Sementara yang dilakukan sengaja peserta pemilu, konstituen dan lainnya,” tambah dia. 

Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyoroti potensi penyalahgunaan realokasi anggaran dari Pilkada 2020 untuk pandemi virus corona. Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan, selama ini pihaknya menemukan beberapa kasus penggunaan dana bantuan sosial (bansos) malah digunakan untuk kepentingan kampanye pasangan calon petahana. “Pilkada sebelumnya sering ada masalah penggunaan dana bantuan Pemda yang dimanfaatkan untuk kampanye incumbent (petahana). Kita perlu mencegah sejak awal,” kata Agus.

Baca juga : Gara-gara Lockdown, Petani India Buang Anggur dan Jadikan Stroberi Pakan Sapi

Agus mengatakan, hal itu perlu jadi perhatian pemerintah, KPU dan DPR dalam merumuskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) penundaan Pilkada 2020. Sosialisasi pun harus digencarkan agar masyarakat bisa ikut mengawasi. Selain penyelewengan anggaran, KASN memberi perhatian khusus pada potensi pelanggaran netralitas ASN. Sebab hingga kini sudah ada 80 pengaduan terkait hal itu selama persiapan Pilkada 2020.”Jangan sampai tambahan waktu dimanfaatkan untuk mobilisasi ASN,” tuturnya. 

Saat ini, kata Agus, sedang disiapkan surat keputusan bersama (SKB) untuk mengingatkan pemerintah daerah agar tidak melakukan hal itu. Sebelumnya, pemerintah, KPU dan DPR sepakat menunda Pilkada 2020. Ada tiga opsi penundaan. Ditunda tiga bulan hingga 9 Desember 2020, ditunda 6 bulan hingga 17 Maret 2021, dan ditunda satu tahun hingga 29 September 2021. Selain itu, mereka setuju pengalihan anggaran pilkada untuk penanggulangan Covid-19. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.