Dark/Light Mode

Khawatir Corona Merajalela

Perppu Pilkada 9 Desember Digugat Orang Solo ke MK

Rabu, 10 Juni 2020 05:32 WIB
Pilkada 2020 (Foto: Istimewa)
Pilkada 2020 (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pilkada 9 Desember 2020 terancam buyar. Pasalnya, Paguyuban dari Kota Solo mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya jelas, memohon agar pesta politik lokal lima tahunan tersebut ditunda.

Paguyuban yang mengajukan uji materi itu adalah Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP). Dari arsip MK disebutkan, permohonan dimasukkan, Senin (8/6). Pasal yang diujimaterikan PWSPP adalah nadi dari Perppu tentang Penundaan Pilkada yakni Pasal 201A. Ada dua ayat dalam pasal 201A. Ayat (1) secara garis besar menyatakan tentang penundaan pilkada. Kemudian,dalam ayat (2) menyatakan bahwa Pilkada digelar Desember 2020. 

Baca juga : Pemaksaan Pilkada Serentak Adalah Pemerkosaan Politik

Kuasa hukum PWSPP Sigit N Sudibyanto menyebut, permohonan uji materi pada pasal 201A itu dilayangkan PWSPP karena ada risiko kesehatan serius yang bisa mengancam penyelenggara dan pemilih bila pilkada dipaksakan digelar Desember 2020. 

Perppu itu, sebut Sigit, juga tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Karena bila pilkada dipaksa digelar pada Desember ini, maka hal yang terjadi adalah ancaman kesehatan serius. “Jika dipaksakan, risiko ada di penyelenggara tingkat daerah dan para pemilih yang terancam tertular virus corona atau akan menularkan ke orang lain dengan cepat,” katanya, di dalam berkas permohonan itu. 

Baca juga : Sejumlah Murid Terpapar Corona, Korsel Terpaksa Tutup Lagi Ratusan Sekolah

PWSPP juga mengingatkan bahwa pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 bertentangan dengan Kepres No. 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagai Bencana Nasional. Dengan kata lain, pemohon memandang tidak tepat pesta demokrasi digelar ketika bencana. 

Kuasa hukum PWSPP, Arif Sahudi, menambahkan, bahwa imbauan pemerintah untuk menjaga jarak sosial masih berlaku. Seruan tersebut dinilai pemohon kontraproduktif bila tahapan Pilkada 2020 masih diakomodasi. “Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi agar dinyatakan Pilkada 2020 yang dilaksanakan di tengah bencana nonalam pandemi Covid-19 bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya. 

Baca juga : Peringati Hari Buku, Demokrat Minta Perpustakaan Desa Diperbanyak

Arif juga menyebut, pelaksanaan pemilu di sejumlah negara di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa disamaratakan atau menjadi patokan wajib negara-negara lain, termasuk Indonesia. Sehingga, Perppu tentang penundaan pilkada justru menjadi korntraproduktif. “Dalam petitum, kami meminta MK menyatakan bahwa pasal 201A dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 adalah bertentangan dengan UUD 1945. Kemudian, menyatakan bahwa Pasal 201A tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang Keppres No.12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam belum dicabut,” tandasnya. 

Diketahui Pilkada 2020 diselenggarakan secara serentak di 270 daerah. Sebanyak sembilan provinsi menggelar pemilihan gubernur, 224 kabupaten melaksanakan pemilihan bupati, dan 37 kota menghelat pemilihan wali kota. Kota Solo, Jawa Tengah, merupakan salah satu daerah penyelenggara Pilkada 2020. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.