Dark/Light Mode

Penyiram NoveL Cuma Dituntut 1 Tahun, Nenek-nenek Pencuri Kayu Jati Dituntut 1 Tahun, Ibu-ibu Pencuri Kutang Dituntut 2 Tahun

Hukum BBB=Benar-Benar Bopeng

Jumat, 12 Juni 2020 07:07 WIB
Pelaku penyiram air keras pada Novel Baswedan (rompi orange) saat dipindahkan ke Rutan Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. (Foto: Putu Wahyu Rama/RM)
Pelaku penyiram air keras pada Novel Baswedan (rompi orange) saat dipindahkan ke Rutan Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. (Foto: Putu Wahyu Rama/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dua penyiram air keras ke Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara. Tuntutan ini dianggap sangat ringan untuk kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan rusaknya penglihatan penyidik senior KPK itu. Tuntutan ini bahkan lebih rendah dibanding ke nenek-nenek pencuri jati dan ibu-ibu pencuri pakaian dalam. Tuntutan ini menggambarkan bahwa hukum sudah BBB alias Benar Benar Bopeng!

Tuntutan untuk dua orang penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dibacakan di PN Jakarta Utara, kemarin. Pembacaan dilakukan terpisah. yang duluan di bacakan, tuntutan untuk Ronny Bugis. Setelah itu, untuk Rahmat Kadir Mahulette.

Meski terpisah, tuntutannya sama, 1 tahun penjara. Konstruksi perkaranya pun sama. Jaksa menilai, kedua nya terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel. Motif keduanya menyiram Novel dengan air keras berlatar pribadi atau dendam.

Keduanya menilai, Novel telah berkhianat terhadap Polri saat berstatus sebagai penyidik KPK. “(Menuntut) menjatuhkan pidana penjara dengan hukuman pidana selama 1 tahun,” tutur Jaksa.

Jaksa membeberkan, Ronny dan Rahmat terbukti melakukan penganiayaan berat dengan terencana. Kedua terdakwa terbukti melakukan pemantauan rumah Novel sebelum melancarkan aksinya. Menurut keterangan saksi, terlihat keduanya “nongkrong” di pinggir kali selama 10 hingga 15 menit sambil memandang rumah Novel sebelum menjalankan aksinya.

Baca juga : Wakil Walikota Bandung : Saat Shalat Sebaiknya Baca Surat Pendek

Jaksa juga mengakui, perbuatan kedua terdakwa membuat kerusakan berat pada anggota badan Novel. “Kerusakan kornea mata atau kehilangan panca indera penglihatan. Sehingga unsur penganiayaan berat terbukti,” tegas Jaksa.

Meski begitu, Jaksa menyebut ada sejumlah hal yang meringankan kedua terdakwa, yaitu belum pernah di hukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif dan mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Jaksa menyebut, tuntutan 1 tahun penjara itu diberikan karena dua terdakwa dinilai tidak berniat melakukan penganiayaan berat, melainkan sekadar memberi pelajaran kepada Novel. Mereka tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel.

Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan. Jaksa menyebut, dakwaan primer yang didakwakan dalam kasus ini, yakni Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke1 KUhP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara, tidak terbukti.

Karenanya, jaksa hanya menuntut kedua terdakwa dengan dakwaan subsider, yakni melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 7 tahun penjara.

Baca juga : PPI Berkomitmen Tekan Angka Kematian Ibu Akibat Persalinan Di Masa Pandemi Corona

Novel menanggapi tuntutan itu dengan sinis. “Saya prihatin sebenarnya terhadap tuntutan itu,” ujarnya, kemarin. “Tapi, mau dibilang apalagi, kita berhadapan dengan gerombolan bebal,” tudingnya.

Novel kemudian mengeluarkan kekecewaannya. “Saya jadi korban praktik lucu begini, lebih rendah dari orang yang menghina Pak Jokowi. Selamat atas prestasi aparat Bapak, mengagumkan,” sindirnya.

Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa, juga kecewa.Dia menilai tuntutan tersebut sangat rendah. “Juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan,” ujarnya, semalam.

“Apalagi ini serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Wajar bila Novel kecewa. hukum di negara ini memang sangat tampak bopengnya. Ingat saja kasus nenek Asyani (63), yang divonis bersalah setelah ia didakwa mencuri dua batang pohon jati milik Perhutani untuk di jadikan tempat tidur pada 2015. Nenek Asyani dituntut hukuman 1 tahun kurungan penjara dengan masa percobaan 18 bulan, serta denda Rp 500 juta subsider kurungan 1 hari. Vonisnya sama, hanya dikorting 3 bulan masa percobaannya.

Baca juga : Edukasi Masyarakat Soal Covid-19 Pakai Bahasa Daerah, Kapolda Aceh Dipuji Letjen Doni

Ada pula Tri Dian Agustinasari (38) dan Mas’uda (34), dua wanita warga Surabaya terdakwa pencuri celana dalam yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan Hadianto 7 tahun penjara pada 2017.

Di tahun yang sama, ibu muda Wahyuni (26) yang mengutil baju di sebuah butik di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, dituntut 15 bulan penjara saat sidang tuntutan di PN Sampit. “Perbandingan ini menunjukkan betapa bopengnya wajah penegakan hukum di Indonesia,” ujar Guru Besar Politik Univeristas Indonesia (UI) Prof Budyatna.

Pakar hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menyebut, secara yuridis, mengacu pada pasal yang dikenakan jaksa, tuntutan terhadap para pelaku maksimal yaitu 7 tahun. Ada beberapa alasan yang memberatkan untuk menuntut hukuman maksimal. Pertama, status pelaku sebagai anggota Polri yang harusnya jadi teladan.

Kedua, korban kejahatannya adalah penegak hukum yang seharusnya dilindungi para terdakwa. “Tuntutan JPU yang hanya 1 tahun itu sangat ironis, tidak menggambarkan nuansa keprihatinan terhadap penghinaan terhadap penegak hukum termasuk terhadap JPU juga, dan perlawanan terhadap pemberantasan korupsi,” tegasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.