Dark/Light Mode

Aktor Di Balik Penyiraman Air Keras Novel Baswedan Harus Dibongkar

Jumat, 12 Juni 2020 21:39 WIB
Direktur Legal culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi
Direktur Legal culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi

RM.id  Rakyat Merdeka - Pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah dijatuhi hukuman. Legal culture Institute (LeCI) yakin masih ada aktor intelektual yang belum terungkap pada peristiwa tersebut. LeCi juga menilai tuntutan para pelaku masih sangat ringan.

Direktur Legal culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi mengatakan kasus ini merupakan Triger pengungkapan kasus besar.

"Oleh karena itu tidak mungkin si pelaku mempunyai motif pribadi dan ini yang harus di gali dari mens rea," kata Rizqi dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, Jumat (12/6).

Dia bilang kasus ini mesti dibongkar. Sikap batin pelaku menurutnya berkemungkinan di pengaruhi atau diarahkan oleh seseorang atau sekelompok kepentingan untuk mendasari aksinya.

Jika sudah terbongkar secara jelas, maka pelaku bisa di runut Pasal 55 tentang turut serta.

"Pada ujungnya di pengadilan akan mencari kebenaran dan menemukan intelektual dader yang menjadi man behind the gun atau sutradara sebenarnya," tegasnya.

Baca juga : Ronny Bugis, Penyerang Novel Baswedan Dituntut Satu Tahun

Penyiraman air keras yang dialami Penyidik KPK Novel Baswedan, telah mengundang perhatian banyak pihak.

LeCI sempat ikut dalam mendesak hadirnya Tim Pencari Fakta Independen yang melibatkan Tim Pencari Fakta Internasional/Lembaga Anti Korupsi Internasional The United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

Organisasi internasional itu erat kaitannya dengan persoalan HAM dalam konteks pemberantasan korupsi.

"Kasus ini merupakan upaya penghalangan dengan kekerasan terhadap petugas penegak kebenaran dan menjadi instrumen pelanggara HAM terbesar berabad-abad lamanya," cetusnya.

Dia memandang dari awal penyidikan memang terkesan kasus ini terkesan tarik ulur dan tidak menemui konklusi yang jelas dari KPK sendiri dan Polri.

Hal itu kata dia sudah terlihat sejak ada pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta yang menggiring temuan bahwa ada problema sakit hati pelaku karena Novel Baswedan disebut menggunakan kewenangan secara berlebihan (excessive use of power).

Baca juga : Pakar: Penyiaran Berbasis Internet Harus Tunduk Aturan

"Tapi sebenarnya itu tidak relevan sampai akhirnya keluar tuntutan jaksa yang sangat minimalis 1 tahun dari ancaman hukum pidana penjara 7 tahun yang jauh dari delik kebenaran," papar Rizqi.

Oleh karena itu Tuntutan Jaksa yang menggunakan Pasal 353 ayat (2) tentang penganiayaan lalu menyebabkan luka berat dan pasal 55 ayat (1) tentang turut serta pelaku hanya membuktikan dakwaan subsider tidaklah tepat.

Kondisi ini terkesan tidak ada keseriusan pihak terkait untuk menggali kebenaran materil. Seharusnya di perjuangkan oleh seorang jaksa pembela kebenaran terhadap seorang korban tindak pidana.

"Apalagi korbannya adalah orang yang luar biasa karena tugasnya sebagai penyidik KPK pemberantas korupsi sebagai extra ordinary Crime. Sehingga kerja-kerja Jaksa juga harus " Extra Effort Law Enforcement," jelas Rizqi.

Lebih jauh dia mengatakan, sebetulnya Jaksa bisa menggunakan Pasal-pasal ampuh seperti pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana sesuai dengan actus reus (kejadian sebenarnya) dan mens rea dengan pengakuan kesengajaan oleh pelaku.

Pasal tersebut ancaman hukumannya mati atau seumur hidup 20 tahun penjara dan pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP terkait menghalangi penyidikan dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.

Baca juga : Profesi Advokat Protes Anies Baswedan Soal SIKM

Saat itu dia bilang novel memang lagi mengungkap kasus-kasus besar seperti lapor merah kepolisian, korupsi E-KTP, korupsi Akil Muchtar dan sebagainya.

Kemudian tentang Pelanggaran HAM bisa dipakai oleh jaksa sebagai instrumen ampuh ditengah pekerjaan krusial novel yang tidak hanya melawan korupsi juga sebagai Penegak HAM.

Dia meminta Jaksa melihat lagi delik pidana sebagai unsur subyektif yang apabila terbukti maka terbuktilah pertanggung-jawaban pembuat delik.

Unsur-unsurnya adalah kemampuan bertanggungjawab, kesalahan dalam arti luas (dolus dan culpa lata), tidak adanya alasan pemaaf (veronstschuldingsgrond).

Dalam hal ini semuanya melahirkan schuld-haftigkeit uber den tater yaitu hal dapat dipidananya pembuat delik.

"Begitupun dalam kasus ini harus di pastikan pertanggungjawaban pidana, hubungan kejiwaan dan bentuk kesalahannya (Schuld)," tukasnya. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.