Dark/Light Mode

Periksa Jaksa Harus Seizin Dirinya

Jaksa Agung Diomelin KPK

Rabu, 12 Agustus 2020 07:12 WIB
Ilustrasi gedung Kejaksaan Agung. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi gedung Kejaksaan Agung. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Dia menyebut, penerbitan aturan itu bakal menimbulkan kecurigaan dan sinisme publik. Soalnya, Pedoman No. 7 Tahun 2020 itu diterbitkan di tengah-tengah pengusutan kasus dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pelarian Djoko Tjandra.

“Wajar jika muncul kecurigaan dan sinisme publik terhadap produk-produk semacam itu di tengah ramainya kasus Djoko Tjandra yang ikut menyeret nama oknum jaksa tersebut,” tandas Nawawi.

Bukan hanya KPK, ICW ikut geram dengan pedoman baru Kejagung itu. Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menduga Kejaksaan Agung tidak akan melakukan koordinasi maupun supervisi dengan penegak hukum lain terkait Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Baca juga : Kalau Periksa Jaksa Kudu Izin Jaksa Agung, KPK Khawatir Semangat Berantas Korupsi Tergerus

Singkatnya, Kejagung dianggap tidak ingin kasus Jaksa Pinangki diambil alih institusi lain.Padahal, lanjut dia, setiap pihak termasuk Jaksa sekali pun, tidak berhak mendapatkan perlakuan khusus. Itu, termasuk dalam Pasal 112 KUHAP juga telah mengatakan bahwa penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek hukum.

Sementara KPK memiliki kewenangan supervisi maupun kordinasi dengan penegak hukum lain dalam tugasnya melakukan pemberantasan korupsi. “Mengingat lembaga antirasuah tersebut memiliki kewenangan berupa koordinasi, supervisi, dan mengambil alih perkara yang ditangani oleh penegak hukum lain. Hal ini penting untuk menjamin objektivitas penanganan per-kara agar tidak terjadi nuansa konflik kepentingan dalam penanganan perkara itu,” tutup Kurnia.

Namun Polri memilih sikap berbeda. Korps baju coklat tak mau mengkritik aturan baru Kejagung dan memilih menghormatinya. Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menilai, aturan itu tak akan membuat korps baju cokelat kesulitan. “Kami hormati institusi penegak hukum lain,” ujar Argo, semalam.

Baca juga : Selandia Baru Minta Warganya Pelesiran Domestik

Apa jawab Kejagung? Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono menegaskan, aturan ini tidak terkait dengan kasus Jaksa Pinangki. “Ini hanya pedoman saja,” tutur Hari, kemarin.

Menurut Hari, pedoman itu telah dikaji Kejagung cukup lama. Namun dia tak menyebut detail sejak kapan kajian dilakukan. Hari menambahkan, pedoman tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada jaksa untuk menjalankan profesinya tanpa men dapatkan intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat, atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggung jawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.

Dasar hukum yang digunakan ada lima. Pertama, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kedua, UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Ketiga, UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Keempat, Peraturan Presi den Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Dan terakhir, kelima, Peraturan Jaksa Agung Nomor:PER006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. [OKT/UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.